NUKILAN.id | Indepth – Kekurangan pemenuhan gizi harian merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terjadi ketika asupan nutrisi sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan tubuh, sehingga berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan pertumbuhan pada anak-anak hingga penyakit degeneratif pada orang dewasa.
Data menunjukkan, sekitar 24,4% anak Indonesia masih mengalami stunting pada tahun 2021, dan pemerintah menargetkan angka ini turun menjadi 14% pada tahun 2024. Namun, mencapai target tersebut bukanlah hal yang mudah, terutama jika akar permasalahan belum diatasi.
Kekurangan gizi juga berkontribusi pada peningkatan penyakit kronis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 mencatat peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM), seperti kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Angka prevalensi kanker naik dari 1,4% pada 2013 menjadi 1,8%, sedangkan prevalensi stroke meningkat dari 7% menjadi 10,9%.
Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, seorang ahli gizi dan guru besar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama stunting adalah kurangnya asupan makanan, terutama protein hewani. Protein, sebagai zat gizi utama, berfungsi langsung untuk pertumbuhan, serta berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh dan mempertahankan massa otot. Sayangnya, konsumsi protein hewani di Indonesia tergolong masih rendah.
Darurat Asupan Protein Hewani
Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2017 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia hanya mencapai 8%, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang masing-masing mencapai 30% dan 24%.
Meskipun dalam beberapa tahun terakhir konsumsi protein hewani di Indonesia meningkat hingga 30%, angka ini masih belum dapat menandingi konsumsi protein hewani di Malaysia yang mencapai 50%. Untuk mengatasi masalah kekurangan gizi, diperlukan inovasi dalam produk pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi harian masyarakat. Salah satu solusi yang menjanjikan adalah produk fermentasi susu, seperti kefir.
Mengapa Harus Kefir?
Kefir merupakan hasil fermentasi susu menggunakan grain kefir selama 48 jam pada suhu kamar, menghasilkan minuman asam yang kaya akan prebiotik, protein hewani, mineral, dan vitamin. Keberadaan kefir di pasar dapat menjadi alternatif sumber protein hewani yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain kaya gizi, kefir juga memiliki manfaat kesehatan yang beragam, termasuk meningkatkan sistem pencernaan dan kekebalan tubuh.
Inovasi produk bernilai tambah seperti kefir tidak hanya berpotensi meningkatkan asupan gizi masyarakat, tetapi juga bisa membantu mengurangi angka stunting dan penyakit kronis di Indonesia.
Mutiara Cinta Kefir
Salah satu inovasi produk peternakan yang berkontribusi dalam meningkatkan asupan gizi masyarakat adalah “Mutiara Cinta Kefir.” Produk ini dikembangkan oleh Dr. Allaily, S.Pt., M.Si., seorang dosen Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dengan mengusung konsep hilirisasi produk peternakan, Dr. Allaily berusaha memberikan nilai tambah pada susu kambing segar melalui proses fermentasi menjadi kefir.
“Susu kambing segar yang saya gunakan untuk produksi kefir adalah hasil produksi peternak muda di daerah Aceh. Kami bekerja sama dengan peternak untuk memastikan kualitas dan kuantitas produksi susu meningkat, sementara kefir yang dihasilkan memiliki fungsi fungsional sebagai minuman probiotik yang nutrisinya lebih mudah dicerna,” jelas Dr. Allaily saat diwawancarai oleh Nukilan, pada Kamis, (19/9/2024) lalu.
Ia menjelaskan bahwa, proses fermentasi susu kambing menjadi kefir tidak hanya mengubah rasa susu menjadi lebih asam, tetapi juga menghilangkan gula susu sehingga ramah dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa.
Selain itu, kefir mengandung bakteri asam laktat dan mikroba lain yang memiliki manfaat probiotik, menjadikannya produk bernilai tambah sebagai sumber protein hewani sekaligus pangan fungsional.
Dr. Allaily menyebutkan bahwa pelanggan Mutiara Cinta Kefir banyak yang merupakan penyintas gangguan pencernaan dan penyakit kronis seperti kanker.
“Pelanggan kami merasa nyaman setelah mengonsumsi kefir secara teratur, dan gejala yang mereka alami, seperti rasa sakit, menjadi berkurang. Kefir memang memiliki efek menenangkan dan dapat menekan kandungan gula darah serta mencegah tekanan darah tinggi,” ungkapnya.
Tantangan dalam Pengenalan Kefir ke Masyarakat
Dr. Allaily mengatakan bahwa meskipun kefir memiliki banyak manfaat, tantangan utama dalam memperkenalkan produk ini adalah rasa dan aromanya yang kurang sedap.
“Rasa kefir jauh lebih asam dibandingkan yogurt, sehingga banyak orang enggan untuk mencobanya. Kami berusaha mengenalkan kefir dengan mengedepankan manfaat kesehatannya, sehingga rasa asam yang kuat tidak menjadi halangan bagi konsumen,” kata Dr. Allaily.
Selain itu, harga kefir relatif mahal karena bahan baku yang digunakan, seperti susu kambing dan grain kefir, juga memiliki harga yang cukup tinggi. Hal ini membuat kefir lebih sulit diakses oleh masyarakat luas, khususnya yang berada pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha guna meningkatkan produksi susu kambing lokal serta mendukung program hilirisasi yang berkelanjutan.
Potensi Hilirisasi Produk Peternakan
Melihat potensi kefir sebagai produk bernilai tambah, Dr. Allaily menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk mendukung perkembangan peternakan lokal dan hilirisasi produk peternakan.
“Potensi hilirisasi sangat tinggi baik dalam bentuk susu segar maupun susu fermentasi seperti kefir. Namun, di bagian hulu, peternak muda masih sangat kurang. Hal ini memerlukan perhatian bersama dari para pemangku kepentingan, dunia usaha, dan akademisi,” ujar Dr. Allaily.
Inovasi seperti Mutiara Cinta Kefir menjadi contoh konkret bagaimana produk peternakan dapat diolah menjadi produk bernilai tambah yang tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi harian masyarakat, tetapi juga membantu mengatasi masalah kesehatan. Dukungan dan perhatian terhadap pengembangan peternakan dan hilirisasi produk susu lokal sangat diperlukan agar kebutuhan gizi masyarakat, khususnya protein hewani, dapat terpenuhi dengan lebih baik dan merata di seluruh Indonesia. (XRQ)
Penulis: Akil Rahmatillah