Nukilan.id | Banda Aceh – Tanah air kita adalah tanah air yang kaya. Tidak ada satu orang pun yang menyebutkan bahwa Indonesia tidak ada satu pun, bahkan tumbuh makanan yang bergizi. Makanan gizi itu mempunyai syarat diantaranya, pertama makanan itu harus sehat. Yang namanya makanan sehat itu adalah semakin minim proses. Semakin dekat dengan bentuknya yang di alam. Kedua, makanan yang mengandung kandungan yang dibutuhkan oleh tubuh.
Menanggapi soal gizi, Dr. dr. Tan Shot Yen, M. Hum. adalah seorang dokter lulusan FK Universitas Tarumanagara, seorang Ahli Gizi Masyarakat mengatakan, orang menjadi sakit, bergizi, atau kekurangan gizi pastinya makan yang dia doyan, tetapi badannya tidak butuh. Namun, kita membutuhkan makronutrien. Makronutrien ada tiga, yakni karbo, protein, dan lemak. Makanya, orang yang diet dan menghilangkan salah satu dari ini, dietnya sudah pasti rusak atau kacau.
Namun, bukan makronutrien saja, kita juga membutuhkan mikronutrien. Mikronutrien itu ada vitaminnya, mineralnya, dan antioksidannya. Nah, dapatnya dari mana? Dari makanan utuh, seperti mangga bukan cuma Tuhan berikan dan bukan hanya mengandung vitamin C. Di dalam mangga itu ada gulanya, fruktosa, dan antioksidannya. Jadi, bisa dikatakan mangga itu jauh lebih bernutrisi dibandingkan dengan saos mangga atau mangga yang sudah dikeringkan.
Jadi, ultraproses sebenarnya sangat bahaya untuk tubuh. Ultraproses itu semakin jauh dari bentuk aslinya dan ada imbuhan-imbuhan. Jadi, bukan hanya sekadar pengawet dan pewarna, misalnya bubuk warnanya ungu, malah dibilang dari ubi ungu. Di era sekarang pun, kita masih tetap bisa mempertahankan makanan yang masih utuh. Kok bisa sih negara yang kaya akan alam seperti kita kok rakyatnya menjadi pengabdi makanan kemasan? Itu ironi ya.
“Bisa buat makanan kemasan, namun diekspor ke luar yang di mana tempat tersebut susah untuk mendapatkan makanan yang masih utuh,” ucapnya dalam kanal youtube Nikita Willy Official yang dikutip Nukilan.id, Jumat (30/8/2024).
Prinsipnya cuma satu, MPASI kita sudah punya pedoman pemerintah pedoman nasional, bukan pedoman medsos. Tolong diingat bahwa makanan pendamping ASI tidak sama dengan pendamping ASI. Tiga keberhasilan itu diantaranya adalah tentang makanan, anak, dan cara pemberian makanannya. Jika salah satu diantaranya bubar, WHO sendiri merekomendasikan responsif feeding. Responsif feeding adalah bagaimana orang tua merespons terhadap sinyal lapar dan kenyangnya anak.
Perkara makanan instan bagi bayi-bayi yang baru memulai makanan pendamping ASI, itu banyak sekali polemik. Makanan instan itu banyak sekali kastanya, banyak sekali variasinya. Jadi, kalau Anda ingin memilih yang begitu, Anda juga harus paham yang disebut dengan label iklan dan pangannya karena justru yang rasa seperti itu yang Anda pikirin. Karena MPASI itu terukur, menurut poster Kemenkes, kalau hendak membubuhkan garam itu cuma 0,1/gram.
” Jika tidak bisa ditimbang ya better not, maka WHO mengatakan, 1 s.d. dua tahun anak, sebaiknya gak usah, no added salt and no added sugar,” pungkasnya.
Reporter : Auliana Rizky