*Dian Guci
Kamis, 22 April 2021, adalah Hari Bumi Internasional. Bertepatan dengan ulang tahun Kota Banda Aceh ke 817. Semakin tua planet kita, semakin tua kota kita.
Di Hari Bumi ini, ternyata masalah sampah plastik masih juga menjadi penyakit utama yang mengancam lingkungan hidup.
Catatan Yayasan Kehati dalam akun Instagramnya, diperkiran 13 juta ton plastik berakhir di laut setiap tahunnya. Dimana 80% sampah itu mencemari laut, mulai dari permukaan hingga sedimen laut dalam.
The Great Pacific Garbage Patch, yaitu sampah dari seluruh dunia yang berakhir terapung-apung di Samudera Pasifik sebelah Utara seperti pulau terkutuk, kini telah mencapai ukuran 1.6 juta km². Kalau dibayangkan bahwa sampah ini ditebar merata, maka banyaknya bisa menutup rapat negara Perancis, tiga kali.
Pandemi global yang sudah satu tahun melanda, menambah beban Bunda Bumi. Mengutip Kompas.com, Kementerian Kesehatan mencatat bahwa angka sampah medis sebesar 295 ton/hari, selama pandemi ini telah naik sebesar 30%. Belum lagi fakta bahwa masker medis yang dibuang orang tanpa melalui prosedur penghancuran, telah mencederai hewan liar secara langsung. Foto seekor itik liar berkalung masker telah menjadi viral di media sosial. Demikian juga foto anak makaka (monyet) ekor panjang yang sedang asyik mengunyah tali masker.
Di Indonesia, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta saja sudah memusnahkan lebih dari 1,5 juta ton limbah masker medis. Belum dihitung limbah gegara pandemi lainnya, yaitu botol plastik bekas hand sanitizer, masker kain yang dibuang karena sudah kendor, dan busa bekas cuci tangan dengan sabun cair, yang setiap hari terlimpah ke perairan di seluruh dunia.
Sebenarnya, apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi beban Bumi?
Terkait pandemi atau tidak, kita semua dapat berperan aktif menjaga Bumi. Lakukan hal-hal yang nampak kecil, namun bila dilaksanakan secara konsisten, dampaknya akan cukup terasa.
Dalam hal ini, perempuan sebagai pengambil kebijakan dan pendidik utama di rumah tangga, punya posisi vital dalam usaha penyelamatan Bunda Bumi. Pendidikan ramah lingkungan harus dimulai dari rumah. Seorang ibu yang membiasakan anaknya untuk membawa bekal air minum sendiri dari rumah, selain menyelamatkan anaknya dari kemungkinan kena diare, juga sudah berjasa mengurangi sampah minuman kemasan. Ibu yang membiasakan anaknya makan sayur, juga sudah berjasa menghemat energi yang harus dikeluarkan untuk menangkap ikan atau memelihara sapi.
Ada juga hal-hal terkait kodrat sebagai perempuan. Misalnya, alih-alih menggunakan pembalut haid sekali pakai, Anda bisa beralih pada pembalut “kuno” yang digunakan manek-manek kita dulu. Pembalut kain. Pembalut seperti ini dapat dicuci dan digunakan kembali, sehingga membantu mengurangi volume sampah yang sulit hancur. Pembalut kuno ini juga lebih sehat, karena tidak mengandung gel silika, yang dapat menyebabkan iritasi bahkan dapat menyebabkan mutasi pada sel tubuh.
Hal kecil lain yang dapat dilakukan adalah gaya hidup sustainable. Alih-alih menggunakan kertas tisyu, kita juga bisa menggalakkan kembali penggunaan saputangan. Sehelai kain sempit yang pernah jadi ikon hubungan romantis ini, jelas menghemat pohon yang harus ditebang setiap harinya demi membuat pulp kertas. Juga otomatis akan mengurangi volume sampah. Bila berbelanja, kita juga bisa kembali menggunakan kearifan Manek jaman dulu: membawa keranjang sendiri.
Bila duduk minum limun atau jus di kafe, kita dapat menolak menggunakan sedotan plastik. Bawa sendiri sedotan Anda. Walau nampak remeh, sedotan plastik menyumbang hampir sepersepuluh dari volume sampah plastik dunia yang mencapai 8 juta ton perhari. National Geographic Indonesia menyebut bahwa pemakaian sedotan plastik di Indonesia mencapai 93.244.847 batang per hari. Setiap tahun, 1.29 juta metrik ton sampah plastik Indonesia berakhir di lautan. Pastinya, akhirnya akan menambah luas the Great Pacific Garbage Patch. Tak heran, Indonesia ada pada posisi runner up juara penyumbang sampah plastik terbanyak sedunia.
Trend memelihara tanaman hias yang sempat aduhai tahun lalu, adalah trend yang harusnya dipertahankan. Dua pot tanaman sansevieira dapat membersihkan udara dan menyediakan oksigen bagi satu keluarga kecil. Satu pohon bidara Arab atau juga pohon tin, yang sedang mode, banyak ditanam di rumah-rumah di Banda Aceh, dapat menyediakan cadangan air sampai sepuluh tahun ke depan.
Jadi, sebenarnya tidak terlalu sulit mengambil peran dalam usaha menjaga lingkungan. Yang diperlukan hanya komitmen untuk benar-benar menjadi insan yang tidak berbuat kerusakan. Juga menghentikan sikap egois, dan mencoba melihat hidup dari kacamata makhluk lain. Semoga Kota kita yang sudah delapan abad usianya ini, akan segera menuai buah manis dari gaya hidup hijau warganya. []
Penulis adalah pegiat di Komunitas Perempuan Peduli Lauser