NUKILAN.id | Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengubah aturan terkait pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Perubahan ini diumumkan pada Selasa (20/8/2024) dan menyasar mekanisme penghitungan partai politik (parpol) untuk mengusung calon kepala daerah.
Sebelumnya, penentuan parpol yang dapat mengusung calon kepala daerah berdasarkan jumlah kursi yang dimiliki di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun, dengan keputusan baru ini, MK mengalihkan acuan tersebut pada jumlah penduduk yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Keputusan MK ini membawa implikasi besar, khususnya bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Jika merujuk pada aturan baru, PDIP dapat mengusung calon sendiri di Jakarta tanpa perlu berkoalisi. Diketahui, DPT di Jakarta mencapai 8,2 juta pemilih, sehingga masuk dalam kategori Pasal 40 huruf c yang baru diputuskan oleh MK.
Dalam pasal tersebut, MK mengklasifikasikan daerah dengan DPT 6 hingga 12 juta pemilih. Di daerah dengan jumlah DPT tersebut, partai politik atau gabungan partai dapat mengusung calon kepala daerah jika memperoleh minimal 7,5% suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) sebelumnya. Pada Pileg 2024, PDIP berhasil meraih 14,01% suara di Jakarta, yang artinya partai ini memenuhi syarat untuk mengajukan calon kepala daerah secara mandiri.
Perubahan aturan ini diprediksi akan mempengaruhi dinamika politik di berbagai daerah, khususnya di Jakarta yang menjadi salah satu wilayah dengan DPT terbesar di Indonesia. Dengan peluang besar bagi PDIP untuk mengusung calon tanpa perlu berkoalisi, persaingan dalam Pilkada Jakarta diperkirakan akan semakin ketat.
Meski demikian, keputusan MK ini juga membuka ruang bagi parpol lain yang memiliki basis suara kuat di daerah dengan DPT besar untuk memanfaatkan peluang serupa. Perkembangan ini menjadi sorotan dalam dunia politik, mengingat besarnya dampak yang akan ditimbulkan pada strategi pencalonan kepala daerah di masa mendatang.
Editor: Akil