NUKILAN.id | Jakarta – Eks anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, bersama pakar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, telah menggugat ketentuan ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini menyoroti Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang selama ini mengatur ambang batas pencalonan presiden.
Dalam petitum pokok gugatan, Hadar dan Titi meminta agar capres-cawapres bisa diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik di DPR maupun di luar DPR, asalkan gabungan partai tersebut mencapai 20 persen dari jumlah partai peserta pemilu sebelumnya. Jika permohonan ini dikabulkan, gabungan 3-4 dari 10 partai yang tidak lolos ke DPR RI pada Pileg 2024 akan memiliki kesempatan untuk mengusung capres-cawapres pada Pemilihan Presiden 2029.
Titi Anggraini menjelaskan bahwa alternatif pengaturan ambang batas yang diusulkan bertujuan menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dari ketentuan saat ini. “Pertama, ini akan mengatasi ketidakpuasan partai-partai politik di luar DPR yang merasa hak konstitusionalnya terampas oleh ketentuan yang ada,” ungkap Titi. Kedua, usulan ini diharapkan dapat memberikan nilai tawar yang setara bagi partai politik baru, sehingga kandidat presiden tidak hanya mendekati partai yang sudah lama bercokol di DPR.
Ketiga, dengan adanya perubahan ini, diharapkan pencalonan presiden dan wakil presiden dapat memberikan peluang yang merata bagi semua partai politik, tidak hanya menguntungkan partai besar. Keempat, diharapkan perubahan ini mewujudkan keadilan komunikatif dan perlakuan yang sama untuk semua partai politik dalam sistem demokrasi Indonesia.
“Kelima, penerapan ambang batas pencalonan presiden yang diusulkan akan memenuhi prinsip kebijakan hukum terbuka, sambil tetap menjamin hak politik, kedaulatan rakyat, dan rasionalitas,” tambahnya.
Gugatan ini telah diterima oleh Mahkamah Konstitusi melalui akta penerimaan pengajuan permohonan (AP3) dan akan segera diregistrasi sebagai perkara yang akan disidangkan. Langkah ini menandai perkembangan signifikan dalam upaya menata ulang regulasi pemilihan umum di Indonesia.
Editor: Akil