Perkembangan Tren Hijab di Indonesia: Dari Syariat hingga Fashion Modern

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Hijab, yang secara bahasa berarti pembatas antara dua objek, dalam praktiknya dikenal sebagai kain penutup kepala khusus bagi wanita Muslim untuk menutup aurat. Di era modern, hijab atau jilbab telah menjadi tren tersendiri di Indonesia, diminati oleh banyak perempuan. Namun, bagaimana sebenarnya perkembangan tren fesyen hijab di Tanah Air? Apakah hijab hanya sekadar menjalankan nilai-nilai agama atau ada faktor lain yang memengaruhinya?

Sejarah awal penggunaan jilbab di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Meskipun begitu, beberapa nama pejuang muslimah yang mengenakan jilbab pada masanya telah tercatat dalam sejarah. Di antaranya, Tengku Fakinah dari Aceh, Opu Daeng Siradju dari Sulawesi Selatan, Hajjah Rangkayo (H.R) Rasuna Said, Rahmah El Yunusiyyah, Cut Nyak Dhien, dan Nyai Ahmad Dahlan. Mereka adalah para pejuang muslimah yang berjilbab pada masanya.

Berdasarkan penelusuan digital oleh Nukilan.id, pada abad ke-19, gerakan Paderi di Minangkabau memperjuangkan syariat Islam, termasuk aturan pemakaian jilbab dan bahkan cadar bagi wanita. Gerakan ini menandakan awal mula pemakaian jilbab di masyarakat Minangkabau yang kala itu belum begitu menghiraukan syariat Islam. Dakwah Islam yang intens di Minangkabau membuat syariat Islam meresap dalam tradisi dan adat masyarakat setempat, yang terlihat dari bentuk pakaian adat yang cenderung tertutup.

Di Aceh, pengaruh Islam juga meresap dalam aturan berpakaian. Peneliti Prancis, Denys Lombard, dalam bukunya “Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)” menggambarkan wanita Aceh dengan baju panjang dan jilbab tertutup rapat. Begitu pula dalam buku “59 Tahun Aceh Merdeka Di Bawah Pemerintahan Ratu” oleh M Ali Hasjmi, digambarkan para wanita Aceh yang sudah berjilbab sejak abad ke-17.

Menurut sumber lain, hijab pertama kali dipakai oleh seorang muslimah bangsawan dari Makassar, Sulawesi Selatan, pada abad ke-18. Arung Matoa (penguasa) Wajo, La Memmang To Appamadeng, yang berkuasa dari 1821-1825, memberlakukan syariat Islam, termasuk kewajiban mengenakan kerudung bagi wanita.

Pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto secara ketat mengendalikan isu agama di arena publik. Pemerintah menganggap hijab sebagai simbol politis dari Mesir dan Iran yang situasi politiknya berbeda dengan Indonesia. Kekhawatiran bahwa hijab dijadikan identitas politik yang mengganggu stabilitas pemerintah menyebabkan pelarangan penggunaan jilbab di sekolah pada masa itu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan yang melarang siswi Muslim mengenakan jilbab ke sekolah.

Namun, semangat para wanita Muslim untuk berjilbab tidak padam. Meskipun dilarang, jilbab tetap digunakan dalam bentuk yang menyerupai jilbab segitiga atau hanya ditaruh di atas kepala. Dukungan dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, yang menyatakan hijab sebagai pakaian ideal bagi muslimah, membuat pemakaian hijab semakin diterima di masyarakat.

Tren jilbab mulai muncul sekitar tahun 2010-an hingga sekarang, dengan banyaknya fashion designer Muslimah yang memperkenalkan jilbab dalam berbagai bentuk dan padu padan busana yang keren. Hijab jenis ini sangat disukai oleh anak muda yang gemar dengan hal-hal baru. Kreasi jilbab terus berkembang mengikuti tren dari tahun ke tahun, dengan banyak model baru yang diluncurkan. Meskipun cara memakainya terkesan rumit, para hijabers merasa lebih fashionable dan keren.

Fenomena ini memunculkan istilah hijab dan hijabers, menandakan bahwa hijab bukan hanya sebagai penutup aurat, tetapi juga sebagai tren fesyen yang terus berkembang di Indonesia.

Reporter: Akil Rahmatillah

Read more

Local News