Aishah : Jika Dilakukan Secara Tepat, Maka Sesuai dengan Falsafah Pancasila

Share

Nukilan.id | Banda Aceh – Pancasila sebagai dasar negara, ideologi negara, dan pandangan hidup bangsa yang digali dan ditetapkan oleh pendiri bangsa merupakan suatu anugerah yang tiada tara dari Tuhan Yang Maha Esa buat bangsa Indonesia. Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa. Dengan lahirnya lima sila tersebut, Pancasila dapat menyatukan masyarakat dengan segala perbedaan yang ada.

Pengamalan nilai-nilai Pancasila merupakan perwujudan rasa cinta kepada Tanah Air sehingga dapat membangun bangsa dan negara yang lebih baik. Nilai-nilai Pancasila dapat diamalkan dalam bentuk sederhana, seperti saling menghargai, bekerja sama, dan saling menghormati. Berkat Pancasila dengan nilai-nilai inklusivitas, toleransi dan gotong royong keberagaman yang ada menjadi suatu berkah penuntun keberagaman yang dapat dirajut menjadi identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika.

Insan Kementerian Keuangan sebagai bagian segenap komponen bangsa dan masyarakat Indonesia agar berkomitmen memperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni sebagai bagian dari pengarusutamaan Pancasila dalam seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Peringatan ini menjadi momentum untuk merefleksikan sejauh mana bangsa Indonesia telah menerapkan nilai-nilai tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam menjaga persatuan, mengutamakan kepentingan bersama, dan menciptakan keadilan sosial.

CEO Save Education Aceh (SEA) sekaligus guru SMPN 1 Banda Aceh, Aishah mengatakan,  Hari Lahir Pancasila adalah sebagai momen untuk merefleksikan nilai dasar yang menjadi landasan negara. Maka, sudah sepatutnya ada upaya pemerintah dalam menjaga kebebasan beragama melalui regulasi dan program sosial, tantangannya terkait intoleransi dan diskriminasi berbasis agama. Sila kedua, masih ada kasus pelanggaran HAM, peningkatan program kemanusiaan, dan bantuan sosial yang manusiawi bukannya jangka pendek namun pemberdayaan dukungan hidup yang layak.

Sila ketiga, kebijakan otonom yang dan pembangunan daerah terpencil yang terhalang konflik horizontal dan juga isu identitas. Sila kelima, demokrasi yang harus terus ditingkatkan apalagi menjelang pilkada, praktik politik menjadi tantangan. Sila kelima, layanan kesehatan diperbaiki, ketimpangan sosial, dan kesulitan ekonomi serta selalu saja masyarakat menengah ke bawah yang menjadi korban atas ketidakadilan yang merata. Kata Aishah, pendidikan juga belum begitu merata dan itu sangat jelas dirasakan.

“Dan menjadi tugas yang seharusnya dalam kebijakan menjadi icramental dan tugas pemimpin untuk mengeksekusi permasahan yang ada,” ucapnya saat diwawancarai Nukilan.id, Minggu (2/6/2024).

Ia juga menyampaikan, bahkan banyak miskonsepsi yang terjadi terkait pemahaman guru mengenai inklusif. Sebagai contoh, sistem masih dengan paradigma lama yang sulit untuk move on dan sangat disayangkan karena kesadaran untuk mengambil pemahaman benar tentang apa itu inklusif. Kemudian, akses pendidikan dan tenaga pendidik masih sangat membutuhkan perhatian. Banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan pengajar dalam segi apapun, namun sulit untuk mendapatkan layanan tersebut dikarenakan biaya hidup saja tidak terpenuhi.

Maka bagaimana mereka mendapatkan tahapan kuiner? Sedangkan tahap primer dan sekunder saja sulit. Ia berharap penyelenggara negara harus lebih melakukan kontemplasi dengan mempertimbangkan berbagai aspek dari suatu masalah, peristiwa, atau konsep. Kalau ini dilakukan maka sangat sesuai dengan falsafah pancasila. Ada nilai religiusnya, estetisnya, dan manfaat emosional dalam kesejahteraan batin. Ada beberapa kasus lain yang terjadi, seperti jual beli organ tubuh yang marak dan butuh penanganan cepat. Di Indramayu human trafficking dan sangat meresahkan.

“Semoga adanya kebebasan dalam mengungkapkan fakta, seperti penayangan investigasi dan masalah karena masyarakat kadang perlu menyaksikannya,” ujarnya lagi.

Tidak hanya itu, perlindungan untuk perempuan yang secara tidak sengaja terlibat dalam perdagangan ganja yang tidak paham akan konsekuensinya karena desakan bermacam macam persoalan hidup masih ada. Penyebabnya beragam karena perempuan lebih mengutamakan perasaan dalam pengambilan keputusan. Maka, keputusan tersebut diambil tidak dilatar belakangi oleh pendidikan, objektifitas hanya mengandalkan emosional, baik dalam hubungan keterlibatan dengan komplotan dan desakan ekonomi.

Sebutnya, di antara masalah-masalah yang dihadapi saat ini, bukan guru saja yang berperan penting dalam pendidikan, tetapi stakeholder juga. Takutnya, nanti akan menghasilkan sistem yang buruk dalam penanganan pendidikan. Selanjutnya, supply demand dan lapangan kerja belum sinkron. Pendidikan dilaksanakan bukan berdasarkan potensi lokal. Jadi, arahnya bukan pengembangan lokal terlebih dahulu. Jadi, jangan menganggap satu jurusan itu seksi sehingga terus menerus dihasilkan, justru tidak tersedia lapangan kerja.

“Namun harus lebih melihat ke dalam dulu yaitu kebutuhannya, maka harus ada perencanaan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dan ini harus dipikirkan dengan serius,” jelasnya.

Link and match diukur bukan secara khusus, tetapi secara umum, makanya tidak tepat sasaran dalam perencanaan,” pungkasnya []

Reporter : Auliana Rizky

Read more

Local News