Transparansi Dana Pokir DPRA: Langkah Mendesak untuk Cegah Pengadaan Fiktif

Share

NUKILAN.id | Opini – Pengelolaan dana publik selalu menjadi sorotan utama dalam diskusi tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam konteks Aceh, hal ini semakin krusial mengingat berbagai kasus penyalahgunaan wewenang yang kerap mencuat, seperti pengadaan fiktif bantuan bibit ikan senilai Rp15 miliar di Aceh Timur. Oleh karena itu, pengumuman terbuka dan transparan atas semua dana pokok pikiran (Pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ke publik oleh Penjabat (Pj) Gubernur Aceh adalah langkah yang sangat mendesak dan penting.

Transparansi dalam pengelolaan Pokir DPRA, khususnya yang diusulkan dalam program Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2024, bukan hanya soal pemenuhan prosedur administratif, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik dan efektivitas penggunaan dana publik. Keterbukaan ini diharapkan mampu mencegah terulangnya kasus-kasus penyalahgunaan anggaran yang mencederai amanah rakyat dan merugikan pembangunan daerah.

Langkah ini juga penting untuk memberikan akses kepada masyarakat dalam mengawasi kegiatan pembangunan. Dengan keterlibatan masyarakat, niat jahat para pengelola anggaran dapat diminimalisir. Publik yang terinformasi dengan baik akan mampu menjadi pengawas yang efektif, sehingga mendorong para anggota dewan untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.

Keterbukaan data Pokir akan memungkinkan masyarakat menilai sejauh mana usulan kegiatan yang diajukan oleh anggota DPRA benar-benar menyentuh kebutuhan mereka. Apakah usulan tersebut memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja, memperkuat perekonomian, dan meningkatkan infrastruktur penting seperti jalan usaha tani, perkebunan, perikanan, jembatan, dan fasilitas lainnya yang begitu vital bagi masyarakat pedesaan?

Tahun lalu, ratusan miliar Pokir anggota DPRA yang diperuntukkan untuk membangun sarana dan prasarana sekolah terkesan hanya akal-akalan untuk memuluskan upaya mendapatkan keuntungan dengan mudah. Padahal, anggaran pendidikan tidak semestinya dimasukkan dalam Pokir dewan, mengingat program-program di Dinas Pendidikan sudah seharusnya dianggarkan tanpa perlu Pokir. Undang-undang pun telah mengamanatkan bahwa 20 persen dari APBN atau APBD harus disalurkan untuk keperluan pendidikan.

Lebih jauh lagi, pengadaan barang melalui e-purchasing atau e-katalog kerap menjadi modus baru dalam melakukan korupsi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengadaan tanpa proses tender merupakan celah yang dimanfaatkan oleh pengelola anggaran untuk berkongsi dengan pihak yang memiliki dana Pokir. Mereka tak segan membagi-bagi fee dengan persentase yang mencengangkan, berkisar antara 25 hingga 30 persen dari total anggaran yang tersedia. Modus operandi ini jelas merugikan rakyat dan mencoreng integritas lembaga legislatif.

Dengan dibukanya data Pokir ke publik, berapa jumlah paket dan anggaran yang dialokasikan per anggota DPRA dapat dilihat secara transparan. Masyarakat akan dapat menilai mana anggota dewan yang benar-benar mendengar aspirasi masyarakat dan mana yang hanya memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi. Transparansi ini akan menjadi ujian bagi para anggota dewan dalam menunjukkan komitmen mereka terhadap kepentingan rakyat.

Oleh karena itu, Pj Gubernur Aceh memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan keterbukaan ini. Langkah ini tidak hanya akan memperbaiki tata kelola anggaran, tetapi juga akan membangun kembali kepercayaan publik terhadap pemerintah. Transparansi adalah fondasi dari pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Dengan adanya keterbukaan, pengawasan publik akan semakin kuat dan penyalahgunaan anggaran dapat ditekan seminimal mungkin.

Aceh membutuhkan pemimpin yang berani mengambil langkah transparan dalam pengelolaan dana publik. Ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan bahwa pemerintah daerah benar-benar berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan bukan hanya sekadar retorika politik semata. Pj Gubernur Aceh harus memastikan bahwa setiap usulan Pokir anggota DPRA diumumkan secara terbuka agar masyarakat dapat menilai dan mengawasi, sehingga pembangunan yang diharapkan benar-benar menyentuh dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Penulis: Akil Rahmatillah (Alumni Ilmu Pemerintahan-USK)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News