NUKILAN.id | Banda Aceh – Ditemukannya cadangan minyak dan gas yang signifikan di wilayah Aceh beberapa bulan lalu menjadi berita besar bagi provinsi ini. Namun, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menjelaskan gas dari blok Andaman dan Andaman Selatan di Aceh kemungkinan akan diangkut melalui pipa gas memanfaatkan ruas pipa ke Jawa.
Jalur pipa transmisi gas bumi dari Arun-Belawan lanjut ke arah pipa transimisi ke arah Duri, Provinsi Riau (pipa Dusem/Duri-Sei Mangke), kemudian ke ruas South Sumatera to West Java (SSWJ) I menuju Pulau Jawa.
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pemuda Aceh. Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, banyak kewenangan daerah dalam pengelolaan SDA ditarik oleh pemerintah pusat. Hal ini memicu keprihatinan bahwa potensi SDA Aceh akan dimanfaatkan tanpa memberikan dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat Aceh.
Dalam wawancara eksklusif, beberapa pemuda Aceh yang ditemui oleh Nukilan.id di Banda Aceh menyuarakan kegelisahan mereka terhadap situasi ini. Hal ini diungkapkan oleh Fahmi, dia mengungkapkan keberadaan potensi gas di Aceh seharusnya menjadi modal pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat.
“Harusnya bisa menjadi modal membangun Aceh. Jadi kalau seperti ini, kita khawatir manfaatnya tidak akan dirasakan oleh masyarakat Aceh secara langsung,” ungkap Fahmi kepada Nukilan.id pada Rabu (8/5/2024).
Pemuda Aceh lainnya, Haikal, berujar bahwa meskipun Aceh memiliki potensi besar dalam sektor migas, tetapi kebijakan pengalihan produksi ke Pulau Jawa telah menciptakan ketidakadilan ekonomi dan menyebabkan ketegangan sosial di Aceh, terlebih provinsi tersebut kini tercatat sebagai yang termiskin di Sumatera.
“Saya pikir kebijakan ini tidak adil, apalagi Aceh sampai saat ini merupakan provinsi termiskin. Masa gas kita dibawa lagi ke Jawa?,” ujar Haikal dengan muka kesal.
Oleh karena itu, Pemuda Aceh mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerintah Aceh untuk bersatu dalam menuntut keadilan dari pemerintah pusat. Seperti yang diutarakan oleh Maidi, yang berharap adanya dukungan dari Pemerintah Aceh, DPR RI, dan DPD untuk memperjuangkan kebijakan yang lebih inklusif dalam pengelolaan temuan gas alam.
“Ini lucu, kenapa kita diam saja? Semua kalangan dan tokoh di Aceh seharusnya bersuara mempersoalkan masalah ini ke pemerintah pusat,” tegas Maidi.
Reporter: Akil Rahmatillah