NUKILAN.id | Tapaktuan – Masjid Tuo Pulo Kambing, yang berdiri megah sejak tahun 1869 Masehi, menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah dan keagungan Islam di Kabupaten Aceh Selatan.
Lebih dikenal sebagai Masjid Nurul Huda, bangunan ini menyimpan kekayaan budaya dan keagamaan yang tak ternilai harganya bagi masyarakat setempat.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Zakir, seorang sejarawan dan budayawan terkemuka dari Kluet, mengungkapkan bahwa masjid ini bukan sekadar bangunan kayu biasa.
“Masjid ini adalah perwujudan kebesaran kerajaan Teuku Kejruen Amansyah pada masa itu,” ungkap Zakir kepada Nukilan.id, Jumat (12/4/2024) dengan penuh kekaguman.
Konstruksi kayu reusak atau kayu damar yang masih menjadi ciri khas utama bangunan ini turut menunjukkan keberanian dan keuletan nenek moyang dalam menghadapi zaman.
Meski telah beberapa kali mengalami perbaikan dan pemugaran, Masjid Tuo Pulo Kambing tetap mempertahankan keaslian bentuknya, sebuah penghormatan kepada sejarah yang tak terlupakan. Menariknya, bahan-bahan konstruksi yang digunakan masih setia dengan bahan aslinya.
“Besi-besi yang digunakan bahkan masih sama seperti saat pertama kali dibangun,” tambah Zakir, sambil menyoroti keunikan air bening dan dingin yang mengucur dari salah satu tiang penopang.
Air ini, yang dipercayai memiliki keberkahan khusus, telah mengalir sejak masa awal pembangunan masjid.
Tidak hanya menjadi tempat ibadah, Masjid Tuo Pulo Kambing juga menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun luar Aceh. Destinasi wisata religi ini menarik perhatian bukan hanya karena keindahan arsitekturnya, tetapi juga karena nilai-nilai sejarah dan keagamaan yang tercermin di setiap sudutnya.
“Masjid Tuo ini bagian dari warisan budaya Aceh Selatan. Oleh karena itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2011 menetapkan statusnya sebagai salah satu benda cagar budaya,” tutup Zakir.
Dengan demikian, perjalanan spiritual dan historis di Aceh Selatan tak lengkap tanpa mengunjungi jejak bersejarah ini.