NUKILAN.id | Meulaboh – Di tengah semaraknya tradisi mudik menjelang Hari Raya, masyarakat Barat Selatan Aceh yang merupakan perantau di Banda Aceh, memilih metode unik untuk kembali ke kampung halaman mereka.
Meski sebagian besar memiliki opsi menggunakan kendaraan umum atau mobil pribadi, kalangan pekerja dan mahasiswa lebih memilih menggunakan sepeda motor untuk melakukan perjalanan mudik. Alasannya, selain lebih ekonomis, juga terdapat kepraktisan dalam mengatasi kemacetan di jalanan.
Ribuan perantau dari berbagai latar belakang, mulai dari pekerja hingga mahasiswa, berbondong-bondong meninggalkan Banda Aceh menuju halaman masing-masing. Beberapa di antaranya menuju Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, hingga Aceh Singkil.
Salah seorang mahasiswa, Faisal, mengungkapkan bahwa mudik menggunakan sepeda motor memberikan kebebasan dalam menentukan waktu dan rute perjalanan.
“Meski perjalanan akan lebih melelahkan dibandingkan dengan menggunakan mobil, namun sensasi petualangan dan kebebasan yang dirasakan tidak tergantikan,” ujarnya kepada Nukilan.id pada Sabtu (6/4/2024) saat mengisi bahan bakar di SPBU Meureubo.
Pemudik lainnya, Fahmi, mengungkapkan bahwa dirinya bersama teman-temannya sedang menuju ke Aceh Selatan.
“Kami menuju Kota Fajar bang, Aceh Selatan. Perjalanannya menempuh waktu kurang lebih 8 atau 9 jam dari Banda,” ungkap Fahmi.
Fahmi juga mengungkapkan bahwa, mereka rela melakukan perjalanan jauh demi bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman.
“Meskipun melelahkan, tapi tetap kami tempuh demi bisa berlebaran bersama keluarga,” tambah Fahmi.
Perjalanan mudik tidak hanya berbicara sarana transportasi, perjalanan mudik ini juga menjadi ajang silaturahmi di antara sesama perantau. Mereka berbagi cerita, pengalaman, serta tips untuk melewati perjalanan dengan lancar.
Meskipun pilihan naik sepeda motor di tengah tradisi mudik lebih berisiko, namun hal ini menunjukkan keberanian dan semangat para perantau untuk merayakan momen bersama keluarga meski dengan cara yang berbeda.
Reporter: Akil Rahmatillah