NUKILAN.id | Banda Aceh – Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI), Dr. Iswadi, M.Pd, menegaskan bahwa perubahan kebijakan pendidikan yang berubah-ubah telah menciptakan gejolak besar yang mengguncang dunia pendidikan Indonesia.
Hal ini menyusul pengumuman keputusan kontroversial Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, yang secara tiba-tiba mencabut aturan terkait pramuka dari Kurikulum Merdeka.
Tindakan ini telah memicu beragam reaksi dan interpretasi dari berbagai pihak karena pramuka, sebuah gerakan pendidikan luar sekolah yang telah lama mengakar di Indonesia, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari pembentukan karakter, kepemimpinan, dan pengembangan keterampilan sosial siswa.
“Keputusan Mendikbudristek untuk mencabut aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka merupakan langkah yang tidak masuk akal. Jika Nadiem pernah merasakan pengalaman pramuka di masa sekolahnya, tentu tidak mungkin beliau mengambil keputusan seperti ini,” jelas Dr. Iswadi kepada wartawan pada Senin, 1 April 2024.
Ia menambahkan, “Dari keputusan ini, kita menilai Kurikulum Merdeka hanya sebagai slogan belaka tanpa substansi yang jelas.”
Ada yang menyambut keputusan ini dengan antusiasme, menganggapnya sebagai langkah positif menuju sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan berorientasi pada hasil. Mereka berpendapat bahwa pramuka tidak seharusnya menjadi bagian yang mengikat dalam kurikulum sekolah, dan siswa seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat dan bakat mereka.
Namun, di sisi lain, banyak yang menentang keputusan ini dengan keras. Mereka menganggap pramuka sebagai institusi penting dalam pembentukan karakter dan kepemimpinan generasi muda. Dengan mencabut aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka, mereka khawatir nilai-nilai yang diajarkan oleh pramuka akan terpinggirkan atau bahkan dilupakan.
“Pencabutan aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka hanya sekadar simbolisme tanpa substansi yang nyata,” kata Dr. Iswadi.
Meskipun aturan tersebut dicabut, pramuka tetap dapat dijalankan sebagai kegiatan ekstrakurikuler tanpa harus terikat oleh regulasi kurikulum. Namun, pertanyaan mendasar tetap mengemuka: apa tujuan sebenarnya dari kebijakan ini? Dan apa dampaknya bagi pendidikan di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, penting untuk mempertimbangkan konteks lebih luas dari kebijakan pendidikan yang tengah dilakukan oleh pemerintah. Kurikulum Merdeka bertujuan memberikan lebih banyak kelonggaran kepada sekolah dan guru dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal mereka.
Namun, di tengah perdebatan yang sengit ini, satu hal yang jelas adalah perlunya kajian mendalam dan evaluasi menyeluruh tentang dampak dari kebijakan ini. Kita perlu memastikan bahwa kebijakan pendidikan yang diambil benar-benar memberikan manfaat bagi pembangunan karakter, keterampilan, dan potensi siswa Indonesia.
“Diskusi dan evaluasi terus-menerus diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan pendidikan selalu berpihak pada pembangunan generasi muda yang tangguh dan berkualitas,” demikian Dr. Iswadi, M.Pd.
Editor: Akil Rahmatillah