Nukilan.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh untuk komitmen melaksanakan implementasi Monitoring Center of Prevention (MCP), sebagai bagian dari upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Ketua Dewas KPK Akui Kalah Dari Kejagung Ungkap Kasus Korupsi Jumlah Besar
Menurut KPK, Kunci pelaksanaan koordinasi dan supervisi bersama pemda yang sudah disepakati sesuai pasal 8 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 adalah komitmen dalam pelaksanaan MCP.
Hal itu disampaikan Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Edi Suryanto, dalam keterangan tertulis, Jumat (5/5/2023).
“Kata kuncinya yaitu komitmen. Angka bisa dicapai asal ada komitmen yang kuat. Jangan jadikan pelaksanaannya hanya sekedar prosedur, proses, dan rutinitas semata,” kata Edi.
Edi menambahkan salah satu upaya pencegahan korupsi di daerah oleh KPK yakni dengan membuat MCP sebagai aksi pemberantasan korupsi yang terintegrasi. Instrumen itu digunakan pemerintah daerah untuk memetakan titik-titik rawan korupsi dalam pelaksanaan program kegiatan di daerahnya.
Dalam pengaplikasiannya, MCP memiliki delapan fokus Area intervensi bagi perbaikan tata kelola pemerintah daerah. Terdiri dari Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Peningkatan Kapabilitas APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pendapatan Daerah, Manajemen Aset daerah, dan Tata Kelola Dana Desa.
Kasatgas Wilayah I Aceh, Arif Nurcahyo, juga menyampaikan pandangan dan apresiasinya terhadap para penyelenggara tingkat daerah yang serius dalam pemberantasan korupsi. Ia menjelaskan bahwa MCP bukanlah segalanya. MCP merupakan rangkuman dan gambaran kegiatan daerah atau pusat yang dapat berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi. “Dari 8 area tersebut, bukan angka targetnya, namun substansi dari setiap indikator,” ujar Arif.
Sebagai bagian dalam optimalisasi upaya pencegahan korupsi melalui MCP 2023, serta hasil evaluasi MCP 2022, KPK memfokuskan pada area-area yang memiliki urgensi tinggi untuk segera diperbaiki tata kelolanya.
Pertama, perencanaan anggaran. Pada area itu, perlu ada penetapan pokok pikiran dan realisasi yang jelas. Selain itu perlu ada alokasi hibah bansos yang transparan.
Kedua, aset dan pendapatan. Pada area ini diperlukan adanya program percepatan sertifikasi asset, penyelesaian aset bermasalah, penertiban PSU, optimalisasi pemanfaatan aset daerah, penyelesaian pajak, hingga inovasi peningkatan pajak daerah.
“Masih ada daerah yang tidak pernah urus sertifikatnya. Oleh karena itu kedepan akan dipantau sertifikasinya. Komunikasi dengan BPN akan dibantu oleh KPK,” jelas Edi.
Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Aceh, Achmad Marzuki menyampaikan apresiasinya terhadap implementasi dan pengelolaan MCP yang amat dirasakan manfaatnya oleh pemerintah daerah.
“Terima kasih atas atensi pimpinan KPK terkait agenda khusus ini. Pasca launching MCP Nasional 2023, kami telah mempersiapkan langkah-langkah khusus, yaitu dengan pembuatan one big data,” ujar Achmad.
Achmad juga berharap agar Kemendagri, BPKP, dan KPK tidak pernah lelah dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja Pemerintah Daerah Aceh. Dimana pada tahun 2023 Provinsi Aceh menargetkan nilai MCP sebesar 90.3 persen untuk provinsi dan 81.7 persen untuk pemerintah kabupaten dan kota.
KPK Selenggarakan Rapat Koordinasi Penetapan Komitmen Bersama dan Target MCP Tahun 2023 kepada 24 Pemerintah Daerah se-Provinsi Aceh. Rapat digelar di Aula Randi Yusuf, Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK.
Rapat yang juga dihadiri oleh Sekda, Inspektur, serta Kepala SKPA/Biro se-Provinsi Aceh ini, dilanjutkan dengan penandatanganan komitmen pelaksanaan MCP tahun 2023 oleh 24 Sekretaris Daerah se-Provinsi Aceh.
Baca Juga: Dugaan Pengadaan Proyek Fiktif, KPK Akan Periksa Mantan Dirut PT Amarta Karya