Nukilan.id — Sejumlah daerah di Provinsi Aceh yang sempat beberapa hari dilanda banjir pada Selasa (24/1/2023) mulai surut. Sebagian besar pengungsi telah kembali ke rumah, tetapi mereka diminta waspada terhadap potensi banjir susulan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Fadmi Ridwan mengatakan, dari tujuh kabupaten/kota yang tergenang banjir, hanya kawasan Langkahan, Aceh Utara yang masih tergenang, tetapi sudah dapat diakses.
“Informasi yang saya himpun dari petugas di kabupaten/kota banjir telah surut total. Posko pengungsi telah kosong, warga kembali untuk membersihkan rumah,” kata Fadmi di lansir Kompas.id.
Daerah-daerah yang dilanda banjir berada di pesisir, seperti Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Daerah tersebut berbatasan langsung dengan laut.
Selain karena luapan sungai, air laut yang tengah pasang juga memicu banjir. Namun, banjir luapan biasanya berlalu dengan cepat, hanya dua atau tiga hari telah surut.
Fadmi mengatakan, banjir menyebabkan kerusakan terhadap sejumlah fasilitas publik dan lahan pertanian warga. Sejumlah rumah warga juga mengalami kerusakan, tetapi besaran nilai kerugian masih didata.
Dalam dokumen kajian risiko bencana Aceh 2016-2020 disebutkan, dari sekian banyak bencana alam banjir mendominasi, yakni 47 persen. Sebanyak 19 kabupaten/kota dengan luas 1,5 juta hektar masuk dalam kawasan rawan banjir.
Fadmi mengatakan dalam beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran masa terjadinya bencana banjir. Biasanya banjir terjadi pada akhir tahun, tetapi kini potensinya sepanjang waktu.
Intensitas
Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh Besar, telah mengeluarkan pengumuman dalam pekan ini potensi terjadinya hujan dalam intensitas tinggi di sebagian besar wilayah Aceh.
Fadmi mengatakan, semua petugas BPBD di kabupaten/kota kini dalam keadaan siaga. Peralatan evakuasi seperti perahu karet, baju pelampung, dan kendaraan dalam kondisi siaga.
”Koordinasi dengan para pihak terus kami jalin agar risiko bencana dapat ditekan,” kata Fadmi.
Pemkab Aceh Timur dan Pidie telah mengeluarkan surat status darurat bencana sejak 24 Januari hingga 3 Februari 2023. Kini dua kabupaten itu fokus melakukan pemulihan dampak dari bencana banjir.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh Hasan Dibangka mengatakan, beranjak dari data kebencanaan yang dirilis rutin oleh pemerintah, maka penguatan mitigasi mutlak harus dilakukan. Jika tidak, dampak yang ditimbulkan, baik ekonomi maupun jiwa, akan terus terjadi.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, bencana ekologis di Aceh terjadi sepanjang tahun 2022 masih didominasi banjir luapan dan bandang. Bencana banjir dipicu oleh perubahan iklim atau dampak dari degradasi hutan, kerusakan daerah aliran sungai, hingga perubahan musim hujan.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh, sejak 2018 hingga 2020 terjadi 423 kali bencana di Aceh dengan taksiran kerugian Rp 874,1 miliar atau setara dengan 10.925 unit rumah tipe 36 layak huni.
Ahmad mengatakan, penanganan bencana di Aceh masih pada tahap responsif atau tanggap darurat. Akan tetapi, mitigasi bencana masih diabaikan. ”Kebijakan pembangunan isu mitigasi bencana belum kuat,” kata Ahmad.
Dia mencontohkan saat Aceh dikepung bencana ekologis Pemprov Aceh justru mengeluarkan 15 izin tambang baru. Tambang tersebut berada dalam kawasan hutan yang merupakan kawasan resapan air. [Kompas]