Nukilan.id – UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (BPSBTPHP) Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh melakukan sosialisasi Benih Bersertifikat (Na berkat) yang terdiri dari tiga varietas di Gampung Luthu Lamweu, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar.
Hal tersebut dalam rangka mendukung program Food Estate pada area irigasi fungsional. Diketahui, Aceh Besar dengan luas irigasi fungsional seluas 650 Ha dengan kebutuhan benih bersertifikat 25 hektare setara 16.250 kilogram.
Adapun ketiga varietas itu diantaranya varietas Cakra Buana Agrietan, varietas M-70 dan varietas Pejajaran, dimana vareitas tersebut merupakan varietas ultra genjah dengan umur benih lebih kecil 90 hari setelah semai.
Sosialisasi dihadiri oleh Kepala UPTD BPSBTPHP Aceh, Habiburrahman, S.TP, M.Sc, Kabid Produksi TPH Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Besar, Kasie Pengawasan dan Sertifikasi Benih TPH UPTD BPSBTPHP, Anwar, SP, Kepala BPP Kecamatan Suka Makmur, Komisi Ahli Distanbun Aceh, Nurjiah, SP, Mantri Tani, PPL dan PBT dan peserta penangkar serta petani benih padi.
Kepala UPTD BPSBTPHP Distanbun Aceh Habiburrahman, S.TP, M.Sc, melalui Kasie Pengawasan dan Sertifikasi Benih TPH, Anwar, SP mengatakan dari ketiga varietas tersebut para petani sangat menyukai varietas Cakra Buana Agritan.
“Dari hasil ubinan yang dilakukan oleh Menteri Tani, Penyuluh beserta Gapoktan Alfalah produksinya mencapai 9,25 ton, hal ini menunjukan bahwa potensi hasil varietas cakra buana agritan sesuai diskrepsi varietas berkisar 10,12 ton gabah kering panen,” kata Anwar.
Ia menjelaskan varietas Cakra Buana Agritan tersebut memiliki adaptasi dengan lingkungan setempat mengingat varietas cakra buana agritan memiliki umur yang ultra genjah, maka disarankan dalam rangka mendukung program IP 300 menjadi IP 400 dapat digunakan varietas cakra buana agritan.
“Untuk memproduksi benih bersertifikat oleh penangkar benih maka diperlukan benih sumber dari varietas cakra buana agritan,” ujar Anwar.
Disebutkan, produksi benih sumber klas benih dasar (BD) dilakukan oleh Balai Benih Induk (BBI) padi, dan turunan berikutnya akan diproduksi oleh Balai Benih Utama (BBU) dari benih dasar (BD) ke benih pokok (BP) yang akan digunakan oleh penangkar benih dalam rangka memproduksi benih sebar (BR).
“Apabila alur ini dilakukan dengan baik, maka kebutuhan benih untuk petani sebagai pengguna benih bersertifikat dapat dipenuhi,” terang Anwar.
Untuk diketahui, dalam diskusi tersebut juga disampaikan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistim Budidaya Pertanian Berkelanjutan, dimana pada pasal 114 berbunyi setiap orang yang mengedarkan varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000.
Selanjutnya, pada pasal 115 dijelaskan bahwa setiap orang yang mengedarkan benih unggul yang tidak sesuai dengan standar mutu tidak bersertifikat dan/atau tidak berlabel sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara penjara paling lama 6 tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000. []