Nukilan.id – Kebutuhan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2021 diperkirakan naik sebesar 7,8% ke posisi 113 juta ton dari 104,8 juta ton pada 2020.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (22/03/2021).
Arifin mengatakan, konsumsi batu bara untuk pembangkit terus meningkat, terutama dalam lima tahun terakhir. Pada 2016 pemakaian batu bara untuk PLTU hanya sebesar 74,1 juta ton, 2017 sebesar 82,3 juta ton. Lalu, pada 2018 sebesar 89,3 juta ton dan 2019 sebesar 97,8 juta ton.
“Di tahun 2021 kebutuhan batu bara untuk pembangkit 113 juta ton, terdiri dari PLN 63,8 juta ton dan IPP (pengembang listrik swasta) 49,2 juta ton,” tuturnya di dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (22/03/2021).
Berdasarkan draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, pada 2021 diperkirakan ada penambahan PLTU, termasuk PLTU Mulut Tambang sekitar 4,7 giga watt (GW), terdiri dari pengembang listrik swasta (Independent Power Producers/ IPP) 4,2 GW dan PLN 0,48 GW dan 2022 penambahan PLTU/ Mulut Tambang 2,4 GW terdiri dari IPP 2,1 GW dan PLN 0,31 GW.
Lebih lanjut dia mengatakan, kebutuhan batu bara untuk PLTU diproyeksikan akan terus meningkat dari hingga 2024 mendatang. Pada 2022 kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik akan naik 7,3% menjadi 121,3 juta ton. Kemudian, 2023 diperkirakan akan naik lagi menjadi 129,4 juta ton, dan 2024 naik lagi menjadi 137,4 juta ton.
Dalam lima tahun terakhir, terhitung sejak 2016-2020 rata-rata produksi batu bara berkisar 531 juta ton [Cbcindonesia.com].