Nukilan.id – Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) menggelar rapat kerja nasional (Rakernas) Tahun 2022 di Banda Aceh. Pembukaan Rakernas dilakukan Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh, Dr. Iskandar mewakili Pj Gubernur Aceh di Museum Aceh, Rabu, 9 November 2022.
Rakernas ini akan berlangsung empat hari dengan diikuti para ketua dan pengurus IAI seluruh provinsi di Indonesia.
Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh, Dr. Iskandar atas nama Pemerintah Aceh mengucapkan selamat datang dan terima kasih telah memberi kepercayaan kepada Aceh sebagai tuan rumah pelaksanaan Rakernas IAI tahun ini.
Iskandar mengatakan, Pemerintah Aceh menyambut baik dan mendukung pelaksanaan Rapat kerja Nasional IAI dan berharap kegiatan itu bisa melahirkan program strategis dalam memajukan dunia arsitektur di Indonesia, sehingga arsitek negeri ini tidak hanya siap menjadi tuan rumah di daerah sendiri, tapi juga dapat bersaing di tingkat global.
Lebih lanjut Iskandar menyebut, jika melihat sejarah, terlihat jelas bahwa seni arsitektur sesungguhnya telah dimulai semenjak zaman Renaissance, di mana bangunan yang dibuat para arsitek ketika itu bukan hanya memikirkan fungsi bangunan, tapi juga mementingkan dari sisi estetika.
Namun tradisi ini disebut menciut seiring tumbuhnya industrialisasi di mana orang-orang cenderung mempersingkat waktu dalam bekerja sehingga nilai seni terkadang diabaikan. Yang muncul hanyalah orientasi kepada fungsi.
“Ketika desain arsitektur hanya berorientasi kepada fungsi,dampaknya akan berpengaruh kepada wajah kota,” kata Iskandar.
Selain itu, desain arsitektur yang buruk juga dikatakan akan membuat wajah kota kurang indah. Sebaliknya, desain arsitektur dengan nilai seni tinggi akan membuat tampilan kota lebih indah.
“Barangkali nilai seni inilah yang perlu menjadi perhatian para arsitek di era modern ini. Tentu saja nilai seni itu harus dibarengi dengan daya tahan bangunan yang tinggi agar bangunan bisa tahan menghadapi berbagai kondisi alam, termasuk bencana alam,” kata Iskandar.
Provinsi Aceh disebut punya pengalaman dengan semua fenomena itu. Aceh punya banyak bangunan dengan nilai seni tinggi yang menambah indahnya tampilan kota. Namun ada pula bangunan yang hanya berorientasi kepada fungsi , yang dibangun tanpa memikirkan kondisi alam. Sehingga ketika bencana melanda, bangunan itu runtuh hingga rata dengan tanah.
“Tentunya pengalaman buruk tentang konsep desain yang salah itu menjadi pengalaman berharga bagi arsitek untuk berkarya lebih baik ke depan. Para arsitek tidak hanya dituntut menghasilkan karya dengan nilai seni tinggi, tapi juga harus memikirkan aspek fungsi dan daya tahan secara bersamaan.”
Untuk itu, IAI yang merupakan wadah bagi bernaungnya arsitek Indonesia, diharapkan dapat mengarahkan arsitek Indonesia khususnya Aceh berkarya dengan menyentuh ketiga aspek itu.
“Oleh karena itu, organisasi ini perlu mendapat penguatan, baik dari sisi kepengurusan maupun dalam bidang program,” kata Iskandar.
Rakernas tersebut dihadiri Ketua IAI Georgius Budi Yulianto, Ketua IAI Aceh Aulia Rahman, serta para ketua IAI seluruh Indonesia. []