Nukilan.id – Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (ForBINA) Muhammad Nur menyebutkan hingga akhir 2022, sejumlah catatan penting yang menjadi perhatian bersama. Dimana, berbagai fakta juga realita bahwa ada ratusan investasi sudah bekerja di Aceh.
Namun demikian, dengan berbagai alasan Pemerintah pusat mencabut beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) diminta untuk tidak melakukan kegiatan operasional lapangan hingga benar-benar dicabut izin atau dipulihkan kembali sebagaimana dialami beberapa perusahaan.
Berdasarkan data ForBINA untuk pertambangan mineral logam, perusahaan yang dicabut izin OP seperti PT Tambang Indrapuri Jaya, dengan luas 538 hektare (Ha) melalui surat nomor 20220405-01-78727 tertanggal 5 April 2022 lalu.
“Hal yang sama juga dialami oleh PT Lhong Setia Mining, dengan luas 500 Ha pemegang IUP-OP telah dicabut melalui surat nomor 20220405-0116330 tertangal 5 April 2022,” kata Muhammad Nur, Kamis (3/11/2022).
Ia mengatakan, begitu juga dengan PT Megallanic Garuda Kencana dengan luas 3.250 Ha, pemagang IUP-OP dinyatakan dicabut melalui surat nomor 20220405-01-50069 tertanggal 5 April 2022.
Nasib yang sama dialami PT Multi Mineral Utama, dengan luas mencapai 1.000 Ha. Sementara untuk PT Estamo Mandiri, dengan luas 600 Ha, juga dicabut melalui surat nomor 20220405-01-12285 tertanggal 5 April 2022.
“Sementara pemegang izin untuk batu bara, PT Nirmala Coal Nusantara, dengan luas 3.198 Ha, selaku pemegang IUP-OP, juga dicabut melalui surat nomor 20220423-01-080601 tertanggal 23 April 2022,” ujar Muhammad Nur.
ForBINA mengingatkan, agar perusaha-perusahaan yang sudah dipulihkan untuk tidak lalai dalam memenuhi hak kewajiban sebagai perintah hukum yang berlaku.
Dimana, masa pulih kembali izin-izin yang sudah dicabut harus dikawal bersama, jika tidak juga melakukan sebagaimana hak dan kewajiban, maka bukan tidak mungkin, izinnya bakal dicabut kembali.
Berdasarkan data yang ForBINA, ada 14 perusahaan tambang yang begerak sektor Mineral Logam, sedangkan sektor batu bara ada tujuh perusahaan yang sudah memegang IUP-OP.
“Sementara Minenal Non Logam Jenis tertentu, ada Sembilan IUP-OP yang sudah ready (selesai) proses izinnya,” jelas Muhammad Nur.
Untuk pertambangan Mineral bukan logam dan batuan ini, Sambung Muhammad Nur, tersebar diberbagai Kabupaten. Diantaranya, Subulussalam enam izin.
“Aceh singkil lima izin, Simulue enam izin, Posoe 30 izin, Pidie Jaya sembilan izin, Nagan raya 16 izin, Lhokseumawe lima izin, serta Langsa lima izin,” terangnya.
Lebih lanjut, kata Muhammad Nur kemudian Gayo Lues dua izin, Bireun 26 izin, Bener Meriah 10 izin, Aceh Utara 14 izin, Aceh Timur 19 izin, Aceh Tenggara tiga izin, Aceh Tengah 15 izin. Aceh Tamiang 42 izin, Aceh Selatan delapan izin, Aceh Jaya 13 izin, Aceh besar 27 izin, Aceh Barat tiga izin, dan Aceh Barat Daya (Abdya) delapan izin.
“Untuk itu, kita menyoroti kebijakan industri dari pemegang IUP yang tidak aktif dalam membantu daerahnya masing-masing,” ucapnya.
Muhammad Nur menambahkan, dimana saat bencana terjadi pengusaha diam seribu bahasa, hanya sibuk urusan Corporate social responsibility (CSR) yang jumlahnya tidak seberapa. Begitu juga dengan sektor perkebunan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang mencapai 236 Pengusaha di Aceh.
Sedangkan angka kemiskinan masih tinggi, oleh karena itu, ForBINA meminta Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, bersama bupati wali kota, untuk mendorong agar pengusaha membuka kantor di daerah.
“Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan lapangan kerja bagi generasi Aceh. Dan menunjukan daerah tersebut juga tidak anti investasi,” tuturnya. [Reji]