Nukilan.id – Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Pusat Pasar Kegiatan Revitalisasi Pasar Tradisional tahun anggaran 2015 dan 2016 di Dinas Perindustrian, Pertambangan, Koperasi dan UKM Kota Subulussalam.
Aktivis LSM dan Media Subulussalam, Pundeh Sinaga mempertanyakan Jaksa Penuntut Umum Kejari Kota Subulussalam dan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, tidak melakukan penahanan kepada para terdakwa.
Sebagaimana diketahui kasus dugaan korupsi revitalisasi pasar modern Kota Subulussalam pada saat ini telah mengalami babak baru yang mana sebelumnya pada tanggal 23 Maret 2022 Kejaksaan negeri Kota Subulussalam menetapkan tersangka yang berasal dari Dinas Pemko Subulussalam dan pihak rekanan, dan pada hari senin tanggal 27 Juni 2022, telah dilakukan sidang perdana yang menghadirkan para terdakwa dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Para Terdakwa T. ASRUL ALI, S.HUT yang merupakan Kepala Dinas Perindustrian, Pertambangan, Koperasi dan UKM Kota Subulussalam dan Muhammad Isa selaku Kuasa Direktur PT. Tangga Batu Jaya Abadi masuk dalam registrasi pengadilan TIPIKOR Banda Aceh dengan nomor perkara 33/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Bna dan Nomor perkara 34/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Bna.
Para terdakwa didakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dan diancam dengan dakwaan pasal berlapis iyaitu dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pundeh Sinaga selaku aktivis media yang juga aktivis Lembaga Missi Reclasering Republik Indonesia atau LMR RI Kota Subulussalam menyayangkan dan mengecam tindakan dari Aparat Penegak Hukum, dalam hal ini Kejaksaan Negeri Kota Subulussalam dan Pengadilan TIPIKOR pada Pengadilan Negeri Banda Aceh yang tidak mengeluarkan penetapan penahanan kepada para tersangka yang saat ini berstatus sebagai terdakwa, padahal potensi kerugian negaranya sangat besar. Akan ada anggapan mirin dari masyarakat, bahwa ada apa-apanya kenapa tidak dilakukan penahanan Rumah Tahanan Negara kepada para Terdakwa.
Tanggapan Praktisi Hukum
Ketika media ini menanyakan hal terkait tidak ditahannya para terdakwa oleh pengadilan TIPIKOR Banda Aceh kepada pengacara senior Kasibun Daulay, SH, MH kasibun menjelaskan bahwa kewenangan menahan atau tidak menahan adalah kewenangan majelis hakim sesuai dengan KUHAP. Selama perkara belum memiliki putusan Berkekuatan Hukum Tetap (Incracht van gewijsde) kewenangan penahanan ada pada mejelis hakim, baik hakim tingkat pertama, banding maupun pada tingkat kasasi. Putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara pidana dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang perubahan Atas Undang-Undangn Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
Kasibun, menjelaskan walaupun sebenarnya hakim sering bertindak subjektif dalam menetapkan status tahanan seperti kasus dugaan Revitalisasi pasar tradisional Kota Subulussalam, dengan jumlah kerugiaan negara yang besar, terkadang rakyat bertanya-tanya kenapa tidak dilakukan penahanan, sehingga terkadang timbul kecurigaan dan sangkaan macam-macam kepada penegak hukum. Demikian Kasibun Daulay menjelaskan.