Pembangunan IKN Dimulai, Jokowi: Pemerintah Serius Soal Lingkungan

Share

Nukilan.id – Gong pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah bergema. Dimulai dari pembangunan bendungan senilai 556 miliar Rupiah dan rehabilitasi lingkungan, Presiden Joko Widodo serius membangun IKN sebagai kota di dalam hutan/forest city. Dalam pembangunan IKN, Presiden menargetkan komposisi hutan alam sebesar 75 hingga 80 persen.

Jokowi menegaskan, pemerintah tidak akan menggunduli hutan dari sisi pembangunan IKN. Sebaliknya, pembangunan hijau akan terus digalakkan.

“Kita mau menunjukkan bahwa kita serius mengurus lingkungan. Kita tidak membuat lingkungan makin rusak. Itu yang harus digarisbawahi,” terangnya, Rabu (22/06/2021).

Tempat pertama yang dikunjungi Presiden adalah lokasi persemaian bibit pohon di Mentawir, Penajam Paser Utara [PPU], Kalimantan Timur. Didampingi Menteri LHK Siti Nurbaya dan Wakil Menteri LHK Alue Dohong, Jokowi memastikan progres persemaian bibit pohon berjalan baik.

Dengan kapasitas 15 juta bibit per tahun, persemaian di lahan seluas 22 ini, sudah pada tahap persiapan lahan/earth work. Persemaian ini terdiri sarana bibit (16 ha) dan sarana air baku (6 ha).

“Kita tunjukkan niat benar kita. Nanti, kalau sudah siap bibitnya, kita tunjukkan juga yang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah seperti apa,” imbuhnya.

Jokowi menjelaskan, pemerintah memiliki target membangun 30 persemaian lain, seperti Pusat Persemaian Rumpin di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembangunan persemaian akan difokuskan pada wilayah dengan industri pertambangan yang banyak, sebagai upaya rehabilitasi lahan.

“Nanti di Kalimantan maupun Sumatera, yang banyak tambang akan dibangun persemaian. Saya wajibkan dari penambang dan sawit,” kata Presiden.

Bendungan

Presiden Jokowi juga melihat pembangunan bendungan Sepaku Semoi, di Kecamatan Sepaku, yang difokuskan untuk memenuhi kebutuhan air baku sekaligus menangani masalah banjir di kawasan IKN.

Bendungan dengan luas genangan 280 hektar dan kapasitas tampung 10,6 juta meter kubik ini, tingginya mencapai 25 m dengan panjang 450 m. Bendungan ini juga akan menjadi kawasan pariwisata dengan fasilitas masjid, jembatan pelimpahan, main gate dan gardu pandang.

“Bendungan ini menunjukkan pembangunan basic di infrastruktur sudah mulai. Juli nanti, pembangunan jalan utama dari jalan tol Balikpapan dimulai,” imbuhnya.

Kunjungan terakhir, Jokowi mendatangi titik 0 dan area perkemahan di Sepaku. Di tempat itu, Jokowi kembali menegaskan pembangunan hijau di wilayah IKN. Dia berharap konsep hutan kota dapat berjalan maksimal dan sesuai target waktu.

Tidak mungkin membangun sembari merehabilitasi

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur, Yohana Tiko, mengatakan wilayah yang kini ditetapkan sebagai IKN sudah mengalami degradasi lingkungan sejak dulu. Sehingga, progress pemulihan yang dijanjikan pemerintah tidak mungkin sejalan dengan pembangunan secara besar.

“Harusnya ketika dipulihkan, tidak ada pembangunan. Setelah ini kan ada lagi pembangunan, seperti jalan tol, gedung perkantoran, dan lainnya. Mau hijau dari mana?,” kata Tiko, Jumat (24/06/2022).

Persemaian Mentawir dan bendungan Sepaku Semoi dikhawatirkan hanya simbolik dalam konsep forest city. Pemulihan gambut dan mangrove juga belum selesai.

“Kita lihat saja, ada kasus smelter nikel, ada perusahaan yang membuka lahan tanpa izin dan membuka mangrove, tapi tidak ada penegakan hukum. Lokasinya di Teluk Balikpapan, dekat kawasan IKN,” ujarnya.

Tiko menambahkan, bendungan Sepaku Semoi yang sudah berjalan, meninggalkan sebuah masalah. Dua rumah warga PPU terdampak, bendungan juga menutup sungai kecil dan sebuah kuburan. Bahkan, menghancurkan bebatuan yang menjadi tempat ritual pengobatan Suku Balik.

“Bendungan itu menutup sungai kecil yang mengarah ke Teluk Balikpapan,” ungkapnya.

Pandi, mantan Ketua RT 02 Sepaku mengungkapkan, pembangunan bendungan Sepaku Semoi, pernah mendapat penolakan dari RT 02 dan 03 di Desa Sukaraja, Sepaku. Permukiman tersebut dekat lokasi bendungan. Mayarakat khawatir, permukiman akan terdampak dan warga bakal direlokasi.

“Kami pernah tandatangani surat penolakan. Tapi, waktu itu pemerintah berjanji tidak akan memindahkan kami, namun kami tetap khawatir karena tidak ada perjanjian hitam di atas putih,” pungkasnya.

Persemaian Rumpin

Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi Uli Arta Siagian mengatakan, kerja sama antara Pemerintah dengan APRIL dalam membangun Pusat Persemaian Rumpin, Kabupaten Bogor, seperti terindikasi adanya green washing. Menurutnya, banyak grup perusahaan besar melakukan hal yang sama.

“Mereka mengklaim sudah menjadi grup perusahaan yang peduli lingkungan dan keberlanjutan alam. Tetapi, pada saat bersamaan mereka melakukan deforestasi. Di konsesi mereka terjadi kebakaran hutan dan lahan secara masif tahun 2015 dan 2019,” katanya.

Pemerintah katanya, seolah hendak memfasilitasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh grup perusahaan besar tersebut. Melakukan kegiatan seremoni yang seolah ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa perusahaan mempunyai komitmen baik terhadap lingkungan.

“Jadi kayak gimmick saja. Kalau dalam teori komunikasi itu ada dramaturgi. Ada panggung depan dan panggung belakang. Terlebih, tidak jelas bibit-bibit yang dihasilkan dari tempat persemaian tersebut akan ditanam di daerah mana,” jelasnya.

Menurut Uli, hal paling penting dilakukan Pemerintah adalah tetap melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan besar.

“Pemerintah jangan lagi menerbitkan izin bagi perkebunan sawit dan tanaman monokultur, serta izin tambang. Ini jauh lebih konkrit untuk menyelamatkan lingkungan hidup Indonesia,” paparnya.

Aktivis Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra mengatakan, pembangunan pembibitan di Rumpin merupakan hal bagus. Sebab, akan digunakan untuk reboisasi dan juga reforestasi.

“Tapi, Pemerintah tidak bisa menjadikan pusat persemaian ini sebagai penghapus kesalahan atau kejahatan yang dilakukan perusahaan di masa lalu. Harus jelas motifnya,” katanya.

Untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis iklim, lanjut Syahrul, dibanding membangun pusat persemaian, akan lebih efektif jika Pemerintah memastikan tegakan hutan tersisa tidak dibuka untuk izin skala besar.

“Kita tidak tahu bibit persemaian akan dibagikan kemana saja. Kontribusi Indonesia terhadap pencapaian komitmen iklim akan jauh lebih signifikan jika bisa memastikan tidak terjadi deforestasi lagi.”

Syahrul meminta Pemerintah transparan dalam hal kerja sama pembangunan pusat persemaian tersebut. Hak dan kewajiban yang ditanggung kedua pihak, seharusnya dibuka ke publik.

“Bagaimana model kerja sama? Ini kan bentuk negosiasi, jadi semua harus jelas,” tandasnya. [Mongabay]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News