Petani di Jambi Sulap Pelepah Pinang jadi Sumber Energi

Share

Nukilan.id – Guntoro, petani pinang di Suak Rengas Desa Teluk Kulbi, Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat, Jambi, mengumpulkan beberapa pelepah pinang yang jatuh di kebunnya. Lebih satu tahun dia bikin briket dari limbah pelepah pinang. Ada 20 pelepah yang dia tarik menuju rumah produksi briket. Guntoro kebanjiran order briket menjelang Lebaran. Ada 30 kilogram sudah dia cicil sejak awal puasa.

Bisnis briket ini berawal dari kelangkaan gas awal 2020. Istrinya, Martina berkeliling desa mencari gas, hasilnya nihil.

Guntoro memotong beberapa pelepah pinang, kemudian menghidupkan tungku untuk membantu istri memasak. Masakan tersaji, namun semua perlengkapan dapur dipenuhi arang dan menghitam.

“Awalnya, langsung masak dari pelepah pinang yang sisa-sisa itu, tetapi asap kemana-mana. “Semua panci hitam,” kata Martina tersenyum.

Sisa limbah pelepah pinang bertumpuk di ruang belakang rumah. Kelompok Tani Rengas Lestari mulai menerima orderan piring dari pelepah pinang untuk pengganti plastik dan styrofoam. Beberapa sisa tak terpakai dikumpulkan Guntoro. Jumlah terus bertambah.

“Buka-buka Youtube, yang ada bikin briket dari batok kelapa. Tidak ada dari pelepah pinang. Saya coba saja.” katanya.

Bermodal nekat, Guntoro terus berproses menghasilkan briket yang bagus dan layak pakai.

“Adonan pertama ga bisa dibentuk, saya terus coba, gagal. Coba lagi, gagal lagi. Sampai akhirnya ketemu takaran dan pencampuran yang pas untuk menghasilkan briket yang bagus.”

Ada 15 anggota kelompok Tani Rengas Lestari. Guntoro bilang, kalau setiap anggota minimal memiliki satu hektar kebun pinang. Produksi pinang per hektar minimal 700 kilogram. Sebanyak 90 kilogram, pelepah pinang bisa terkumpul dalam luasan satu hektar.

Sebelum memanfaatkan pelepah pinang, Guntoro hanya menikmati hasil panen pinang. Harga per kilogram kering Rp14.000. Harga pinang turun sejak akhir puasa jadi Rp11.000 per kilogram.

“Iya, ikutan turun harga pinang. Alhamdulillah pesanan briket banyak.”

Guntoro membawa pelepah pinang dengan kereta dorong roda tiga. Menyusun hingga penuh, kemudian pindahkan ke sumur pembakaran.

Dia menumpuk pelepah, ada orderan 30 kg briket untuk memasak buras (makanan khas Bugis) menjelang hari raya.

Ardyan Eka Saputra, Ketua Kelompok Tani Rengas Lestari mengatakan, sejak pertengahan 2020, mulai macet produksi piring dari pelepah. Pelepah pun banyak terbuang.

“Piring yang kita produksi tidak semetris. Alat cetak piring rusak, jadi kita tidak mau pasarkan. Hasilnya tidak sesuai standar. Pelepah pinang berserakan di kebun warga.”

Pelepah jadi briket pun jadi peluang baru. “Potensi pinang ini banyak di desa, dan kalau bisa semua bisa menghasilkan ekonomi tambahan buat petani akan lebih baik. Kami sudah menjual briket melalui Shopee dan juga media sosial Rengas Lestari,” katanya.

Saat ini, Ardy sedang mendaftarkan hak kekayaan intelektual dari briket pelepah pinang yang mereka produksi. Dia juga mendorong ada bantuan peralatan mesin pencetak piring pelepah menggantikan mesin lama yang tak berfungsi baik.

“Kelompok kita juga sedang membuat kompos dari kulit kopi liberika. Melihat di sini pinang ditanam sela dengan kopi liberika. Jadi, kulit kopi kita porduksi lagi untuk jual jadi kompos.”

Sejauh ini, pemasaran langsung briket pelepah pinang baru seputar Tanjung Jabung Barat. Ada beberapa pesanan dari luar melalui market place.

Pengusaha Jepang dan Singapura, katanya, pernah meminta briket untuk dikirimkan, tetapi mereka terkendala produksi.

“Minta minimal satu ton, kita bikin briket masih manual. Belum bisa memenuhi permintaan.”

Kelompok Tani Rengas Lestari, baru sanggup produksi 100 kilogram briket satu bulan. Harga jual Rp20.000 per kg. Perbandingan bahan baku pelepah pinang dan campuran 1:3. Perlu bahan tambahan tepung tapioka untuk adonan campuran briket.

“Kelebihan briket, api lebih merata dan tidak mengeluarkan abu. Memasak juga tidak perlu khawatir pantat panci menghitam,” kata Martina.

Di kelompok perempuan di Desa Teluk Kulbi juga sibuk bereksperimen untuk olahan berbahan dasar pinang. Mereka membuat permen, bubuk minuman dan pasta gigi dari pinang.

Ismawati, kelompok perempuan Desa Teluk Kulbi bilang, menjual oleh-oleh serba pinang membantu kebutuhan keluarga. Permen pinang Rp10.000 per bungkus berisi 20 permen. Kegiatan ini mereka mulai sejak Desember 2021.

Dia dan beberapa anggota kelompok perempuan mendapatkan pelatihan pengolahan pinang jadi berbagai produk. Dia menekuni usaha ini dibantu suaminya, Abdul Malik.

Mereka bilang, harus terus kreatif agar pinang bernilai jual tinggi.

Mereka juga memisahkan beberapa pohon pinang untuk diambil selagi muda dan mengolah menjadi berbagai produk.

“Ada yang takut berpengaruh dengan panen pinangnya, tapi kami memisahkan berapa batang pohon untuk diambil muda. Justru kami bisa terus peroleh penghasilan sebelum menuggu panen,” kata Ismawati. [Mongabay]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News