Peneliti UGM Kembangkan Padi Amphibi, Bisa Ditanam di Lahan Non-Sawah

Share

Nukilan.id – Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian. Mengutip penjelasan Litbang Pertanian, pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian bersifat multi-dimensional, mulai dari sumber daya, infrastruktur pertanian, dan sistem produksinya sendiri.

Satu bentuk yang secara nyata terjadi adalah adanya perubahan cuaca ekstrem baik di saat musim kemarau atau musim hujan.

Ketika curah hujan terlewat tinggi, terjadinya banjir berpotensi menenggelamkan sawah dan menimbulkan gagal panen. Hal serupa juga terjadi saat musim kemarau, dan pertumbuhan padi di sawah tidak dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Bersamaan dengan kondisi di atas, kebutuhan lahan untuk dijadikan kawasan pemukiman, industri, dan berbagai aktivitas manusia lainnya semakin meningkat. Hal tersebut yang menyebabkan lahan pertanian atau sawah cenderung terdegradasi, sedangkan kebutuhan akan pangan terus meningkat karena semakin bertambahnya penduduk.

Berangkat dari kondisi tersebut, berbagai pihak sejak lama telah mengembangkan varietas padi yang lebih unggul, terutama dalam hal kemampuan tumbuh dan keberhasilan panen meski tidak ditanam pada lahan yang secara spesifik dikhususkan untuk area sawah.

Baru-baru ini, salah satu varietas padi yang dimaksud telah dikembangkan oleh tim peneliti asal Universitas Gadjah Mada (UGM), dengan julukan padi ā€˜amphibiā€™

Gamagora yang dapat tumbuh di lahan non sawah

Mengutip penjelasan di laman resmi UGM, disebutkan jika pengalihan fungsi lahan sawah ke non sawah telah mencapai 96.512 hektare per tahun. Karena itu, tim peneliti dari Fakultas Pertanian UGM yang diketuai oleh Dr. Ir. Taryono, mengembangkan varietas padi amphibi yang diberi nama Gamagora, untuk menyiasati penurunan produksi padi yang diakibatkan adanya fenomena perubahan iklim global baik karena el-nino dan la-nina.

Gamagora sendiri merupakan kependekan dari Gama Gogo Rancah. Dan sesuai julukannya, amphibi disematkan karena varietas ini diklaim bisa tumbuh baik di lahan sawah maupun non sawah.

ā€œYang kita jagokan di sini padi ini selalu unggul pada sawah dan lahan kering karena itu disebut amphibi, sebagai label saja agar berkesan bagi petani,ā€ papar Taryono.

Sebenarnya sejak lama misal di tahun 2013 lalu, Kementerian Pertanian juga tengah mengembangkan varietas serupa. Di mana kala itu muncul inovasi berupa tanaman padi yang bisa dibudidayakan pada lahan kering dan lahan tadah hujan.

Dalam praktiknya, tanaman padi yang dikembangkan memiliki karakteristik seperti tanaman palawija, sehingga kebutuhan air dalam pertumbuhannya sangat minim.

Kelebihan varietas padi yang dapat ditanam pada lahan non sawah dengan padi sawah di antaranya adalah penghematan tenaga kerja tanam, penghematan tenaga kerja pemeliharaan, dan tentunya lebih menghemat waktu.

Potensi produksi mencapai 10 ton per hektare

Masih menurut sumber yang sama, disebutkan jika varietas padi Gamagora yang dikembangkan tim peneliti UGM memiliki potensi produksi mencapai 10 ton per hektare. Meski begitu untuk saat ini, perkembangannya masih dalam tahap uji coba multilokasi pada 14 wilayah di seluruh Indonesia.

Lebih detail, ke-14 lokasi tersebut tersebar di 9 Provinsi Indonesia yang terdiri dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Halmahera Utara.

Menurut Taryono, tahap uji multilokasi ini dilakukan untuk mendapatkan izin edar dan izin rilis varietas baru dari Kementerian Pertanian. Sementara itu anggota peneliti lainnya yakni Dr. Panjisakti Basunada menuturkan, uji multilokasi dilakukan untuk mendapatkan detail keunggulan padi Gamagora dibanding dengan padi sejenis lain yang sudah lebih dulu ditanam dan mendapat izin edar di Indonesia.

ā€œSampai saat ini sempat kita prediksi mulai kelihatan beberapa nomor sudah melihat potensi hasil (produksi) lebih tinggi dibanding padi pembandingnya. Ada kemampuan beradaptasi dan stabilitas. Siap dirilis nasional jika bagus di semua tempat. Jika hanya satu (tempat), maka hanya kultivar satu tempat saja,ā€ jelasnya.

Sementara itu selain potensi produksi yang diperkirakan bisa mencapai 10 ton per hektare, padi Gamagora juga diharapkan memiliki keunggulan tahan terhadap hama penyakit, hal tersebut disampaikan oleh Prof. Ir. Panut Mulyono, selaku Rektor UGM.

ā€œBibit yang bagus menjadi kebutuhan bagi pertanian kita, bahwa produktivitas harus kita tingkatkan per hektarenya. Saya berharap nantinya bisa dirilis dan dilepas ke masyarakat sebagai varietas unggul nasional sehingga bisa ditanam petani di penjuru tanah air.ā€ pungkasnya. [GNFI]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News