Nukilan.id – Seorang pekerja yang sedang istirahat di Kawasan Hutan bekas HPH PT Putra Duta Indonesia Wood (PDIW) di Desa Puding, Kabupaten Muaro Jambi, tewas diterkam harimau sumatera (phantera tigris Sumaterae), Jumat (25/3/2022) kemarin. Potensi konflik manusia dan harimau di lokasi itu tinggi, lantaran wilayah tersebut merupakan perlintasan harimau.
“Korban tewas diterkam harimau tersebut bernama Firdaus (42), pada Jumat (25/3/2022) bersama tiga orang rekan kerjanya sedang beristirahat di Kawasan Hutan eks HPH PT PDIW di Desa Puding, Kumpeh Ilir. Saat ini jasadnya sudah kami evakuasi dari lokasi kejadian,” kata Kapolres Muaro Jambi AKBP Yuyan Priatmaja di Jambi, dilansir dari Antara Jambi, Senin (28/3/2022).
Korban Firdaus ditemukan dalam kondisi tidak lengkap. Dari hasil pemeriksaan, korban meninggal akibat dilukai oleh binatang buas. Di tempat kejadian juga ditemukan tengkorak kepala korban yang berada tidak jauh dari tubuh korban. Berdasarkan identitasnya, korban Firdaus merupakan warga Jalan Manggis Nomor 45 RT.001/002 Desa Perawang Barat, Kecamatan Tualang, Provinsi Riau.
Menurut keterangan para saksi, yang merupakan teman kerja korban, korban bersama tiga orang rekan kerjanya, yakni Ilham, Arianto dan Irwan sedang beristirahat di Kawasan Hutan eks HPH PT PDIW yang berada di Desa Puding, Kecamatan Kumpeh Ilir pada Jumat (25/3/2022). Yang mana posisi korban Firdaus saat itu sedang bersama dengan satu rekan kerjanya, Arianto yang berada tidak jauh dari lokasi ekskavator.
Sedangkan dua orang teman kerja korban lainnya, yakni Ilham dan Irawan berada di ekskavator untuk beristirahat. Salah satu teman kerja korban yang berada di ekskavator melihat seekor harimau berjalan mendekati arah korban, yang saat itu sedang berdiri dan rekan kerja korban yang berada di atas ekskavator langsung berteriak ke arah korban memberi peringatan kepada korban tentang keberadaan harimau yang mendekat
Mendengar teriakan tersebut teman kerja korban langsung berlari ke arah ekskavator, sedangkan korban Firdaus berlari ke arah semak belukar hutan dan teman kerja korban melihat harimau tersebut bergerak mengejar korban yang sedang berlari ke arah hutan.
Para saksi yang menyelamatkan diri ke ekskavator itu hanya mendengar satu kali teriakan dari korban dan selanjutnya tidak mendengarkan lagi suara korban di dalam hutan.
Potensi Konflik Tinggi
Terpisah, Wakil Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI-Warsi), Adi Junedi mengatakan, keberadaan harimau sumatera di lokasi hutan bekas HPH PT Putra Duta Indah Wood (PDIW), bukanlah hal yang mengherankan. Lantaran lahan itu adalah daerah pelintasan harimau dan termasuk bagian dalam kawasan konsentrasi habitat harimau yang berada di areal Taman Nasional Berbak Sembilang.
Areal Taman Nasional Berbak Sembilang, secara lanskap, menyatu dengan Kawasan Hutan Produksi yang dibebani izin kepada PT Putra Duta Indah Wood dan PT Pesona Belantara. Selain itu, ke arah selatan, menyambung dengan Kawasan Hutan Produksi yang sudah menjadi hutan tanaman Sinar Mas Forestry.
“Jatuhnya korban jiwa di daerah ini, mengingatkan kita pada peristiwa tahun 2009 silam, dimana seekor harimau yang belakangan berhasil ditangkap dan diberi nama Salma juga memakan korban jiwa yang cukup banyak, 9 jiwa dimana kejadian waktu itu, yang dimangsa adalah pelaku pengambilan kayu di dalam hutan,” kata Adi Junaedi, dikutip dari Antara.
Adi mengatakan, dilihat dari riwayat kejadian, sejak dulu hingga sekarang harimau selalu memangsa pekerja penggarap lahan. Hal ini menurutnya memprihatinkan, mengingat ada kegiatan di dalam Kawasan Hutan yang statusnya HPH non aktif.
“Kawasan TN Berbak Sembilang dan hutan-hutan yang tersambung dalam lanskap itu, harusnya dipertahankan sebagai kawasan hutan dan hal ini sangat penting untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa,” kata Adi Junedi.
KKI Warsi menyerukan kepada pemerintah sebagai pengelola kawasan untuk melakukan restorasi di wilayah tersebut. Hal ini penting mengingat wilayah itu adalah perlintasan harimau, ditambah lahan hutan gambut saat ini sudah semakan sempit sehingga kawasan yang masih tersisa sudah saatnya untuk dipulihkan dan dikembalikan fungsinya menjadi hutan.
“Ini tidak hanya untuk habitat satwa, akan tetapi juga penting untuk areal resapan gambut yang akan membantu tata hidrologi kawasan gambut di pesisir Jambi,” kata Adi.
Lebih lanjut Adi mengungkapkan, Kawasan Hutan di Jambi sudah semakin sempit. Berdasarkan analisis satelit Citra Sentinel 2 tahun 2021, tutupan hutan Jambi tinggal 896 ribu hektare saja, atau hanya 18 persen dari luas Provinsi Jambi.
“Dengan kawasan hutan yang sedikit, akan menyebabkan Jambi selalu berada dalam ancaman bencana ekologis dan juga konflik dengan satwa akan terus terjadi dan untuk itulah penting adanya upaya pemulihan kawasan hutan, salah satunya adalah kawasan HTP non aktif Putra Duta dan Pesona Belantara,” kata Adi Junedi. [Betahita]