Nukilan.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jantho menolak nota keberatan atau eksepsi para Terdakwa kasus pungutan liar (Pungli) di Pantai Cemara Pulo Kapuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
Penolakan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Agung Rahmatullah, dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Negeri Jantho, Rabu (16/2/2022). Kasus tersebut kini akan berlanjut ke pemeriksaan saksi dan barang bukti pada sidang Rabu pekan depan.
Seperti diketahui, kausus tersebut menyeret lima Terdakwa masing-masing berinisial F (Terdakwa I), DY (Terdakwa II), A (Terdakwa III), B (Terdakwa IV), dan HC (Terdakwa V). Mereka diajukan ke persidangan dengan dakwaan Subsidairitas yaitu melanggar Pasal 368 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Penasehat Hukum Terdakwa, Yulfan SH menyatakan pada prinsipnya apapun putusan Majelis Hakim itu hal yang wajar dan normal dalam proses hukum. Namun Yulfan tidak bisa berkomentar lebih jauh terkait putusan tersebut lantaran saat Majelis Hakim membacakan putusan sela tidak ada dalam persidangan karena lagi kurang sehat.
“Terkait putusan Hakim, saya no coment dulu, karena tidak mendengar langsung putusan hakim. Saya telat hadir karena lagi kurang sehat. Setelah saya baca putusan sela baru saya sampaikan,” ujar Yulfan kepada Nukilan, Rabu (16/2/2022).
Namun Yulfan menegaskan, sidang yang berlanjut ke pemeriksaan saksi, juga bisa dimanfaatkan pihaknya untuk menyampaikan keadaan yang sebenarnya dalam terkait penangkapan para Terdakwa.
“Dengan kesaksian pun kita bisa sampaikan keadaan sebenarnya, jadi bukan hal yang beratkan kita. Justru ada kesempatan bagi kita untuk buktikan siapa yang salah sebenarnya, kan begitu,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Yulfan menuturkan bahwa para Terdakwa yang disidangkan hari ini adalah korban, dan menurutnya, masalah yang sebenarnya tidak diproses.
“Mereka korban hari ini, mereka korban. Masalah sebenarnya gak pernah diproses kan. Di satu sisi kita akan buka selebar-lebarnya apa masalahnya di Lhoknga itu,” tegas Yulfan, numun dia enggan menjelaskan lebih rinci maksud Terdakwa sebagai korban dan masalah sebenarnya yang tidak diproses di Lhoknga.
Yulfan juga mempertanyakan pihak Pemkab Aceh Besar yang tak pernah hadir dalam persidangan yang menjerat kelima Terdakwa.
“Mereka tidak hadir. Hadir untuk apa? Ini kan soal masyarakat kecil yang mencari nafkah dengan pungutan tiga ribu rupiah, tiba-tiba ditangkap tanpa peringatan secara resmi baik tertulis maupun lisan,” bebernya.
“Tidak pernah Dinas Pariwisata atau dinas terkait daerah, datang memberikan informasi bahwa ini salah. Ini kan anak-anak mereka, rakyat mereka, ketika ada salah kan bisa memberikan sanksi administrasi misalnya, ada teguran. Tapi ini langsung ditangkap,” ujar Yulfan, menyesalkan penangkapan kelima Terdakwa.
Pada kesempatan tersebut, Yulfan meyakini ada banyak tempat di Aceh Besar yang melakukan pungutan liar namun tidak pernah ditangkap. Yulfan pun mengaku akan menyampaikan kondisi tersebut dalam sidang-sidang berikutnya. []