Nukilan.id – Mahkamah Syar’iyah Jantho menggelar sidang putusan atas Pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, perkara tersebut terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Syar’iyah Jantho dengan Register Nomor 18/JN/2021/MS-JtH dengan Terdakwa AS ( 46 tahun ) terhadap korban ( NA berusia 18 tahun ).
Terdakwa AS dinyatakan bersalah melakukan pemerkosaan terhadap anak sebagaimana dakwaan alternatif pertama dan terdakwa dijatuhi Uqubat Penjara 180 Bulan Penjara. Kota Jantho Aceh Besar Kamis, (21/10/2021).
Juru Bicara Mahkamah Syar’iyah Jantho Fadlia S.Sy M.H menjelaskan, kejadian pemerkosaan ini terjadi pada tanggal 17 September 2021, dimana Pelaku menghubungi via Whatsapps Korban pada siang untuk membuat janji keluar pada malamnya, dan korban keluar dari rumah kawasan Syiah kuala dengan menggunakan jasa transportasi Grab Lampaseh, kemudian korban dijemput pelaku dirumah adiknya dan menuju ke Kuburan Cina Gampong Gendrieng Mata Ie Kecamatan Darul Imarah, dan terjadilah hubungan terlarang asmara keduanya.
Majelis Hakim dalam sidang terbuka untuk umum. Sebagaimana dalam pertimbangan hukumnya bahwa semua unsur dalam pasal 50 tahun 2014 tentang Qanun Jinayat telah terpenuhi secara hukum, dan terdakwa harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana ( Jarimah ) pemerkosaan terhadap anak sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan pertama. Jelasnya
Fadlia menerangkan, didalam persidangan Majelis Hakim sepakat dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum untuk menjatuhkan Uqubat ( Hukuman ) Penjara, hal ini demi mengurangi potensi terdakwa mengulangi perbuatannya sebagai upaya untuk memperbaiki perilaku dan memberikan perlindungan kepada anak korban dan pembelajaran bagi orang lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama. Dan sebagaimana pasal 15 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, yang pada pokoknya setiap anak berhak atas perlindungan dari kejahatan seksual, demikian dibacakan Siti Salwa SHI MH ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho yang bertindak selaku Ketua Majelis.
Persidangan berlansung yang secara virtual, Sebagaimana Perma No 4 Tahun 2020, tentang persidangan perkara pidana secara elektronik, terdakwa AS dinyatakan bersalah melakukan pemerkosaan terhadap anak sebagaimana dakwaan alternatif pertama dan terdakwa dijatuhi Uqubat Penjara 180 Bulan penjara, dan semua barang bukti dirampas untuk dimusnahkan, terhadap putusan tersebut Penasihat Hukum Terdakwa atas nama Tarmizi SH menyatakan akan melakukan upaya Hukum Banding, sedangkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Jantho menyatakan sepakat dan sependapat dengan Majelis Hakim, ujar Fadlia S.Sy M.H Juru Bicara Mahkamah Syar’iyah Jantho.
Di sisi lain. Pada hari yang sama Kamis (21/10/ 2021). Mahkamah Syar’iyah Jantho juga menyidangkan Perkara pemekosaan Anak dengan nomor perkara 03/JN/2021/MS-JtH, dimana pelaku berusia 13 tahun, sedangkan korban berusia 5 tahun, dengan agenda sidang pembuktian terungkap dalam pembuktian bahwa pelaku terpengaruh akibat menonton film porno sesaat mendonwload Game di Google.
Dan perkara Nomor 29/JN/2021/MS-Jth dan Nomor 30/JN/2021/MS-Jth dalam Perkara Zina, dan perkara 27/JN/2021/MS – Jth dan 28/JN/2021/MS-Jth dengan perkara Ikhtilat, dan Majelis yang sama juga menyidangkan 11 perkara perdata lainnya yang bervariasi diantaranya kewarisan, sengketa harta bersama, penetapan ahli waris, dan perkara cerai gugat dan cerai talak.
Ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho Siti Salwa SHI MH melalui Juru Bicaranya Fadlia S.Sy, MH menerangkan bahwa Dengan masuknya 3 perkara anak berhadapan dengan hukum, dimana pelaku dan korban sama-sama anak dibawah umur, ini adalah alarm peringatan bagi semua orang tua dan anggota masyarakat Aceh Besar, untuk terus memantau gerak-gerik tingkah polah perilaku anak selama masa tumbuh kembangnya, dibutuhkan arahan dan informasi terkait sex education yang tepat terhadap anak di masa pubertasnya agar tidak terjadi penyimpangan.
Juga diperlukan pemantauan terhadap anak-anak dalam kesehariannya bermain dengan teman sejawat atau pergaulannya di lingkungan, agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi ke depannya, dan terpenting mengontrol gadget teknologi pegangan si anak, karena anak anak kerap ingin melakukan, apa yang dilihat ( Children See, Children Do ) hal Ini semata karena penasaran dan rasa ingin tahu usia anak anak sangat tinggi”.
Jubir Fadlia mengatakan, bahwa persidangan kasus pidana anak diatur tersendiri dalam sistem, menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ( UU SPPA) dalam proses hukum pada anak. Diaman Proses peradilannya tidak hanya dimaknai sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum semata, namun juga harus mencakup akar permasalahan anak yang melakukan tindak pidana.[]