Nukilan.id – Polres Jembrana menemukan kapal dengan 9 Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pengambengan, Jembrana, Bali pada Kamis (17/02/2022) yang diselundupkan dari Banyuwangi, Jawa Timur. Peristiwa ini menambah panjang catatan dan barang bukti penyelundupan Penyu Hijau di Bali.
Dikutip dari laman Polres Jembrana yang menggelar jumpa pers pada Jumat (18/02/2022), Kapolres Jembrana AKBP I Dewa Gde Juliana mengatakan penangkapan berawal adanya informasi dari masyarakat pada hari Kamis (17/02/2022) sore di area perairan Pengambengan ada sampan fiber yang membawa penyu. Sat Reskrim bersama Sat Polair Polres Jembrana mendatangi lokasi dan ditemukan penyu-penyu di bawah dak sampan.
Ia mengatakan asal usul penyu dan pelaku sedang didalami. Penyu-penyu itu dibawa dari Jawa Timur yang hendak diselundupkan ke Bali, dan diperkirakan tujuannya untuk dikonsumsi.
Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso menyebutkan ada pemeriksanaan kesehatan. Jika dokter hewan menyatakan sehat, akan segera dilepasliarkan dengan izin Kapolres Jembrana dan Penyidik. BPSPL juga memperkirakan 9 Penyu Hijau ini diperdagangkan dengan tujuan konsumsi karena ada sejumlah upacara agama Maret nanti.
Para pelaku dinilai melanggar UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat 2 dengan ancaman penjara maksimal 2 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta.
Semua penyu dititipkan di Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih, Desa Perancak, Jembrana. I Wayan Yustisia Semarariana dari relawan dokter hewan IAM Flying Vet yang ikut melakukan pemeriksaan mengatakan secara umum semua penyu dalam kondisi sehat.
Penyu yang berukuran besar atau dewasa sebanyak 4 ekor, dan ukuran kecil 5 ekor. Rekomendasinya adalah semua penyu bisa dilepasliarkan segera. “Secara fisik semua masih aktif tidak ada dehidrasi dan luka serius hanya luka bekas teritip dan ikat tali di flipper. Kondisinya bagus,” katanya dikonfirmasi Mongabay Indonesia pada Jumat sore. Pihaknya sudah mengambil sampel DNA dan darah 2 penyu yang paling aktif dan kurang aktif.
Penyelundupan hewan terancam punah ini menurutnya makin menekan populasi Penyu Hijau. Padahal penyu sangat penting bagi kesehatan lingkungan, mereka memiliki peran ekologis sangat vital.
Sementara itu dari sisi kesehatan masyarakat, mengonsumsi penyu berbahaya karena menurutnya banyak penelitian yang merekomendasikan daging penyu tidak sehat bagi manusia.
Upaya penyelamatan penyu ditunjukkan dengan masih dirawatnya penyu korban penyelundupan pada 2014 di Sealife Rehabilitation Unit (SRU) yang dibuat IAM Flying Vet. Akibat terikat kencang, salah satu flipper diamputasi. Sampai kini, dokter hewan masih berusaha mencari flipper buatan yang cocok.
Apakah berkaitan dengan ritual?
Perkiraan otoritas terkait maraknya perdagangan penyu di Bali adalah konsumsi. Terutama untuk melengkapi menu saat upacara adat dan agama.
Pusat perdagangan penyu di Bali sebelum tahun 2000 adalah Pulau Serangan, sebelum direklamasi. Pulau ini kerap disebut pulau penyu karena jadi lokasi peneluran, kemudian berakhir saat pulau Serangan direklamasi jadi empat kali lebih luas dan menyatu dengan Bali daratan.
Saat itu salah satu alasan maraknya perdagangan adalah upacara agama. Sejumlah aktivis dan lembaga perlindungan penyu melakukan advokasi untuk mengurangi penggunaan penyu dalam ritual. Warga Serangan juga membangun Turtle Conservation and Education Center (TCEC) untuk kampanye dan pendidikan tentang habitat penyu.
Koordinator TCEC Made Sukanta mengatakan sudah disiapkan penyu seukuran kurang dari telapak tangan untuk upacara agama dari hasil pembesaran, bukan penangkapan. Sebuah kolam terlihat dipenuhi puluhan penyu-penyu kecil ini di TCEC. Artinya, warga sudah mendapat pilihan jika tujuannya untuk perlengkapan ritual agama dengan cara mengajukan surat ke Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.
Seingatnya ada permintaan sekitar 50 ekor per tahun untuk upacara agama, terutama pada Maret dan Oktober. Tak hanya ritual umat Hindu, ada juga saat Imlek permohonan 1-2 ekor per tahun. Semuanya dipenuhi dari kolam penyu pembesaran tukik itu.
Namun, jika motifnya konsumsi, ini yang sulit dikendalikan. Dari sejumlah kasus penyelundupan beberapa tahun ini, bisa ditelusuri tanggal penangkapan dengan jadwal hari-hari raya penting di Bali.
Kasus terakhir adalah penangkapan pelaku penyelundupan dengan 32 ekor barang bukti di pesisir Serangan, Denpasar, pada 30 Desember 2021. Ini dua hari sebelum Hari Raya Siwa Ratri dan Tilem Kapitu.
Akhirnya dua ekor penyu yang diselundupkan itu mati dalam masa rehabilitasi. Sisanya, 29 ekor dilepaskan di Pantai Kuta, Sabtu (08/01/2022). Dalam pelepasan ini juga ditambah 4 ekor Penyu Lekang seukuran telapak tangan dari kolam TCEC, sehingga total penyu yang di-release berjumlah 33 ekor.
Kasus lainnya adalah sitaan 4 ekor oleh Polres Jembrana dalam kondisi hidup pada 19 April 2021. Ini 3 hari setelah Hari Raya Galungan dan 4 hari menuju Hari Raya Kuningan.
Berikutnya, sebuah truk mengangkut 18 ekor Penyu Hijau. Sebanyak 18 ekor penyu hijau itu diselundupkan, dan ketahuan ketika truk pengangkutnya kecelakaan menabrak pohon di Kuta, Badung, pada 30 September 2019. Ini 2 minggu sebelum Purnama Kapat.
Temuan dalam jumlah besar lain pada 2019, sebanyak 13 ekor Penyu Hijau kembali ditemukan hendak diperdagangkan di Bali pada 17 Oktober 2019. Ini sehari sebelum Pangelong 5 Sasih Kapat Çaka 1941.
Berikutnya pada 18 Desember 2019, tujuh ekor penyu hijau dewasa ditemukan terikat di dekat hutan bakau pesisir kabupaten Buleleng, Bali. Ini seminggu sebelum Buda Cemeng Ukir, Pangelong 14 Sasih Kenam Çaka 1941 dan Tilem Kenam.
Kasus terakhir adalah penyelundupan 9 penyu hijau juga pada 17 Februari 2022, ini dua minggu sebelum Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka 1943.
Sementara itu, selain penyelundupan, juga ada kasus penemuan penyu hidup atau mati terdampar. Rekapitulasi kasus reaksi cepat 2021 oleh BPSPL Denpasar memperlihatkan ada 8 kasus penemuan penyu hijau terdampar hidup atau mati di Bali. Total jumlahnya 102 ekor penyu yang didominasi jenis Lekang.
Daging penyu disebut tidak sehat dimakan karena usia penyu cukup panjang dan kemungkinan mengandung sejumlah kandungan logam dari pakan yang dimakannya di lautan. Puluhan warga Mentawai, Sumatera Barat keracunan usai menyantap daging penyu saat pesta adat (punen) di Desa Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Minggu (18/2/18). Dari puluhan orang keracunan itu, tiga meninggal dunia, 16 korban masih menjalani perawatan intensif di Balai Kesehatan Desa Taileleu dan dua orang di Puskesmas Siberut Barat Daya.
Hampir semua jenis penyu masuk dalam daftar satwa yang dilindungi oleh Undang-undang karena dikhawatirkan akan terjadi kepunahan. Penyu Hijau, sesuai dengan status konservasi The World Concervation Union (IUCN) merupakan satwa yang terancam punah. [mongabay]