NUKILAN.id | Kualasimpang – Sebanyak tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang tercatat beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU), meskipun berada di wilayah yang memiliki 34 perusahaan perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, M. Shafik Ananta Inuman, ST, MUM, dikutip dari KabarTamiang.com, Sabtu (18/1/2025).
“Ada 3 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Aceh Tamiang tanpa memiliki HGU,” ujar Shafik secara singkat tanpa merinci nama-nama perusahaan yang dimaksud.
Berdasarkan data yang dihimpun KabarTamiang.com, di Aceh Tamiang terdapat total 34 perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas areal perkebunan mencapai 46.084,59 hektare. Dari jumlah tersebut, ada perusahaan-perusahaan yang telah memperoleh izin HGU dan Izin Usaha Perkebunan (IUP), namun beberapa lainnya masih beroperasi tanpa legalitas HGU.
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1 menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Aceh Tamiang, dengan areal seluas 7.530,9 hektare. Perusahaan milik BUMN ini memiliki tiga izin HGU, dua di antaranya berakhir pada tahun 2024 dan masih dalam proses perpanjangan.
Masalah perkebunan kelapa sawit tanpa HGU juga menjadi perhatian serius pemerintah. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Oktober 2024 lalu, mengungkapkan bahwa terdapat 537 perusahaan kelapa sawit di seluruh Indonesia yang beroperasi tanpa HGU, dengan luas lahan mencapai 2,5 juta hektare.
“2,5 juta hektare ini sejak tahun 2016, katakanlah tahun 2017 sampai tahun 2024 ini, mereka menanam, berusaha tanpa izin dan di bukan haknya, kan ini tentunya harus ada sanksi, ada hukuman,” ungkap Nusron.
Pemerintah pun berencana menertibkan perusahaan-perusahaan tersebut dengan sanksi yang dapat berupa denda pajak, yang masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Ini sanksinya berapa, hukumnya apa, bentuknya apa, kalau soal sanksinya urusannya pajak. Tapi kalau soal jumlahnya berapa dendanya berapa sedang dihitung oleh BPKP,” jelasnya.
Namun, Nusron menegaskan, tidak ada jaminan bahwa para pengusaha kelapa sawit nakal ini akan mendapatkan HGU meskipun mereka mengajukan permohonan.
“Pertanyaannya adalah di kami, masa dia sudah melanggar selama 7 tahun, belum bayar denda selama 7 tahun, menikmati hasil yang bukan haknya kemudian mengajukan pendaftaran (HGU) dan kemudian kita kasih hak kepada mereka yang sudah betul-betul tidak menunjukkan itikad dan ketaatan,” tegasnya.
Menurut Nusron, penertiban ini dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada, sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 41, yang mengharuskan pemilik perkebunan kelapa sawit memiliki IUP dan HGU.
“Jadi sebelumnya yang boleh menanam kelapa sawit itu harus punya IUP atau punya HGU, sekarang dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi itu adalah punya IUP dan juga punya HGU,” ujarnya.
Kepastian mengenai apakah perusahaan-perusahaan yang belum memiliki HGU ini akan diberikan kemudahan dalam proses penerbitan sertifikat HGU masih dalam pembahasan. Nusron menyatakan bahwa hal ini juga sedang dibicarakan dengan pihak terkait, termasuk Jaksa Agung dan Presiden, untuk memastikan kejelasan dan penegakan hukum yang berlaku.
Pemerintah kini tengah menyiapkan langkah-langkah tegas untuk menanggulangi masalah ini, memastikan bahwa perusahaan perkebunan sawit yang selama ini beroperasi tanpa HGU mematuhi aturan yang ada demi keadilan dan keberlanjutan industri perkebunan di Aceh dan Indonesia.
Editor: Akil