Nukilan.id – Pemerintah Aceh membidik Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp150 miliar pada tahun ini. Sebanyak 80 persennya berasal dari industri batu bara.
PAD adalah penerimaan dari sumber-sumber di dalam suatu daerah tertentu, yang dipungut berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
Menurut Kepala Dinas (Kadis) ESDM Aceh, Mahdinur, proyeksi angka sebesar Rp150 miliar tersebut akan tercapai apabila rencana produksi dan penjualan batu bara lancar.
Mahdinar menjelaskan, PNBP merupakan suatu kewajiban yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Besaran pendapatan dari royalti yang diterima akan disetor terlebih dahulu ke Pemerintah Pusat, kemudian akan dikembalikan ke Pemerintah Daerah sebesar 80 persen.
“Kalau untuk di mineral, batu bara, selain nonlogam dan batuan, pendapatan adalah pendapatan negara bukan pajak, itu diatur oleh UU. Itu disetor, dibayar ke pemerintah pusat, nanti dikembalikan ke daerah itu 80 persen. Rencananya, batu bara pada 2022, jika rencana produksi lancar semua, penjualan lancar semua, itu akan mendapatkan pendapatan ke Aceh lebih kurang 80 persen dari Rp150 miliar,” jelas Mahdinur kepadaĀ Medcom.id, Selasa, 18 Januari 2022.
Dia memaparkan, pada 2021 PAD Aceh tercatat sebesar Rp120 miliar. Hal ini karena pada 2021, perusahaan batu bara sempat mengurangi target penjualan karena adanya pandemi.
“Itu di pertengahan 2021, bahkan di 2020 agak jatuh. Nah, 2021 mulai naik, karena harga sudah mulai naik,” ujar dia.
Adapun dua perusahaan tambang batu bara terbesar di Aceh yakni PT Mifa Bersaudara dan PT Bara Energi Lestari (BEL) menjadi penyumbang terbesar PAD tersebut. Dia mengungkapkan, kedua perusahaan ini rata-rata memproduksi batu bara kurang lebih hingga 900 ribu ton per bulan.
Selain itu, tambah dia, dari 32 perusahaan tambang yang eksis di Aceh, yang betul-betul aktif melakukan penjualan adalah tambang batu bara yang dioperasikan PT Mifa Bersaudara dan PT BEL. [medcom]