Friday, April 26, 2024

YARA: Aceh Butuh Konsolidasi Ekonomi, Kepemimpinan Kuat dan Stabilitas Politik

Nukilan.id – Ahmad Marzuki resmi dilantik sebagai Pj Gubernur Aceh oleh Menteri dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di dalam rapat paripurna DPRA Pada Rabu (6/7/2022). Menyikapi hal tersebut, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, menyampaikan pesan kepada Pj Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki, bahwa Aceh saat ini butuh Konsolidasi Ekonomi, Kepemimpinan yang kuat dan stabilitas politik.

“Masa transisi jabatan Gubernur dari definitif ke PJ Gubernur Aceh selama dua tahun kedepan tentu banyak hal yang perlu di benahi, nanum dalam pandangan kami ada tiga hal yang menjadi perhatian Pemerintah Pusat dan Pejabat Gubernur (PJ) Yakni” Konsolidasi ekonomi, kepemimpinan yang kuat dan stabilitas politik,” papar Safar diruangan kerjanya, pada Rabu (6/7/2022).

Pertama, konsolidasi ekonomi untuk menjamin kesejahtraan rakyat adalah hal utama yang perlu di perhatikan, jika rakyat tidak sejahtera maka pemerintah telah gagal menjalankan tugasnya.

Apalagi, kata safar, untuk Aceh yang sejak beberapa tahun terakhir menempati urutan Provinsi termiskin di Sumatera, urutan tersebut telah mencerminkan kegagalan Pemerintahan Aceh sebelumnya dalam mensejahterakan masyarakat Aceh, belum lagi kegagalan beberapa investasi di Aceh yang di cari dengan menggunakan uang APBA, dan yang paling miris tindakan Nova Iriansyah yang “mengusir” Dubes India yang membawa misi investasi dan banyak bantuan lainnya untuk Aceh.

Oleh karena itu, menurut Safar, konsolidasi ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama bagi PJ Gubernut Aceh, yang dalam inventarisasi Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).

Kemudian, untuk menjadi perhatian PJ Gubernur Aceh adalah Legalisasi Tambang Rakyat Migas di Aceh Timur, Emas di Pidie, penguatan UMKM dari hulu sampai hilir, membuka hubungan dagang Internasional, hilirisasi CPO dengan adanya pabrik refinery CPO, optimalisasi Kawasan Industri, revitalisasi Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sebagai salah satu pintu akselarasi pembanguan ekonomi Aceh, penataan kembali Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun agar aset eks PT Arun dan Exxon Mobil menjadi milik Aceh seperti yang pernah diperjuangkan oleh Gubernur Zaini Abdullah, akselarasi pengalihan Blok Migas dari SKK Migas ke BPMA dan Optimalisasi peran PT Pembanguan Aceh (PEMA) sebagai satu entitas bisnis yang mendorong akselarasi pertumbuhan ekonomi Aceh.

“Kondisi komiskinan di Aceh menurut kami perlu menjadi perhatian penting PJ Aceh Gubernur kedepan. Apalagi, Aceh dari data BPS telah menempatkan Aceh dalam posisi sebagai Provinsi termiskin di Sumatera, konsolidasi ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan perlu menjadi prioritas yang dalam inventarisir kami ada beberapa permasalahan, seperti legalisasi Tambang Rakyat Migas di Aceh Timur, Emas di Pidie, penguatan UMKM dari hulu sampai hilir, membuka hubungan dagang Internasional, hilirisasi CPO dengan adanya pabrik refinery CPO, optimalisasi Kawasan Industri, revitalisasi Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sebagai salah satu pintu akselarasi pembanguan ekonomi Aceh, penataan kembali Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun agar aset eks PT Arun dan Exxon Mobil menjadi milik Aceh seperti yang pernah diperjuangkan oleh Gubernur Zaini Abdullah, akselarasi pengalihan Blok Migas dari SKK Migas ke BPMA dan Optimalisasi peran PT Pembanguan Aceh (PEMA) sebagai satu entitas bisnis untuk mendorong akselarasi pertumbuhan ekonomi di Aceh,” terang Safar.

Hal yang kedua kata Safar, PJ Gubernur Aceh harus punya Kepemimpinan yang kuat legitimasi politiknya, baik dari Pemerintah Pusat, DPR Aceh, Ulama dan juga masyarakat Aceh, agar dalam menjalankan roda Pemerintahannya mendapat dukungan dari semua pihak.

“Kemudian yang kedua menurut kami adalah llPJ Gubernur Aceh harus punya legirimasi politik yang kuat baik dari Jakarta maupun seluruh komponen di Aceh, terutama DPRA dan Forkopimda, dan
stakeholder lain di Aceh, agar dalam menjalankan tugasnya dapat diterima degan baik oleh semua pihak,” terang Safar.

Selanjutnya yang ketiga menurut Safar, stabilitas politik di Aceh yang sering tidak terduga, tolak tarik kewenangan Pemerintah Pusat dan Aceh, revisi UU No 11 tahun 2006 (UUPA) yang berbasis MoU Helsinki, isu Bendera Bulan Bintang, Kerukunan Umat Beragama di Singkil, dan berbagai isu yang politik lainnya juga perlu menjadi perhatian karena isu isu tersebut bisa meluas dengan cepat didalam masyarakat Aceh.

“Stabilitas politik yang perlu dijaga, karena di Aceh momentum politiknya tidak menantu, sporadis dan cepat seperti terbakarnya jerami kering, isu politik yang sedang berproses seperti revisi UUPA, isu politik yang sudah lama berlangsung seperti isu Bendera Bulan Bintang, kerukunan umat beragama di Singkil, isu tambang rakyat di Geumpang, Pidie dan Ranto Perlak, Aceh Timur, dan isu politik yang akan terjadi yang perlu diproyeksikan.

Jadi, kami berharap, tiga hal tersebut menjadi perhatian prioritas PJ Gubernur Aceh nantinya,” Tutup Safar.[]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img