Friday, May 3, 2024

Bukan Orang Indonesia tetapi Mati-matian Bela Indonesia

Nukilan.id – Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, ada satu kisah kepahlawanan di Kota Magelang yang tak diketahui banyak orang.

Kisah ini datang dari Tanaka Mitsuyuki, seorang prajurit Jepang, yang dulu membela kekaisaran Nippon, meneguhkan hatinya dan beralih berjuang membela Indonesia.

Rentang kisahnya dimulai saat ia harus meninggalkan istri dan keluarganya di Jepang, berperang di berbagai pertempuran.

Tetapi pada akhirnya ia berjuang sebagai prajurit tanah air, jatuh cinta dengan seorang gadis Indonesia, hidup mati memperjuangkan kemerdekaan, setia membela tanah air sampai akhir hayatnya.

Ia lahir pada 10 Oktober 1921. Tumbuh dan dibesarkan di sebuah desa kecil di Kota Takayama, Provinsi Gifu, Jepang.

Saat berumur 17 tahun, ia dipanggil untuk mengikuti wajib militer. Tanaka dikirim ke Machuria, Tiongkok dan dilatih menjadi tentara.

Selepas dari sana, ia dikirim ke berbagai medan pertempuran. Pada tahun 1942, ia mendapatkan tugas militer di Indonesia. Baru tiga tahun Tanaka bertugas di Indonesia dengan pangkat Sersan, Jepang sudah mengumumkan kekalahannya terhadap sekutu pada tahun 1945, ditandai dengan peristiwa bom Nagasaki dan Hiroshima.

Kaisar Jepang pun meminta tentara Jepang menyerahkan diri, tetapi Tanaka menolak menyerah.

Banyak rekan-rekannya yang menyerahkan diri. Ada yang sampai melakukan harakiri atau bunuh diri.

Ia pun diliputi rasa kecewa dan bingung, tetapi ia berpikir, daripada mati konyol atau menyerah ke pangkuan sekutu, lebih baik ia bertempur di sisi tentara Indonesia dan bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Terlebih, saat itu Tanaka juga tahu betul penderitaan rakyat Indonesia di bawah penjajahan Jepang.

“Saat semua tentara diminta menyerah, bapak memiliki prinsip sendiri, kenapa saya diperintahkan mati sekarang dan menyerah. Indonesia sendiri juga belum merdeka. Nantinya kalau saya pulang, kita menyerah, pasti Belanda datang. Daripada saya bunuh diri, gak ada artinya, mati konyol, lebih baik saya bantu Indonesia, saya berjuang untuk Indonesia. Saya sudah sumpah untuk mati, nyawa sudah gak reken, sudah gak ada harganya , kita harus berjuang untuk kemerdekaan,” ujar Sugiyon, putra Tanaka, saat ditemui di kediamannya di Jalan Kalingga Nomor 668, Kota Magelang, Rabu (7/8/2019).

Tanaka pun merasa terpanggil untuk berjuang membela tanah air.

Ia kemudian menghubungi tentara Indonesia yang ada di Magelang. Saat itu masih bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Ia mengubah namanya menjadi Sutoro dan berjuang di garis depan bersama para pejuang Indonesia.

“Saat banyak tentara Jepang yang menyerah, bapak justru memilih tetap berada di Magelang dan bergabung dengan BKR. Bapak mengganti namanya menjadi Sutoro, dan berjuang bersama empat rekannya juga yang bergabung dalam BKR di Magelang,” kata Sugiyon.

Mulai saat itu kiprah perjuangannya terlihat dengan banyaknya Tanaka bertempur di berbagai medan pertempuran.

Pahit getir ia rasakan dan banyak kisah kepahlawanannya yang heroik.

Salah satunya seperti saat Tanaka harus memanjat Water Toren Magelang, menembaki pesawat yang menyerang pejuang di daerah Magelang.

“Bapak itu pejuang yang berani. Seperti tidak memiliki rasa takut. Dulu ia memanjat Water Toren atau menara air di Magelang, menembaki pesawat yang saat itu menyerang wilayah Magelang. Dua pesawat cocor merah dari Belanda berhasil ditembaknya jatuh. Satu pesawat jatuh di Sapuran, Wonosono dan satunya lagi jatuh di Kaliangkrik, Magelang,” tutur Sugiyon.

Tanaka juga berjuang di Ambarawa dalam peristiwa Palagan Ambarawa.

Di tempat itu, ia berhasil selamat meski sempat tertembak oleh musuh di bagian dada hingga tembus ke belakang.

Kemudian, peristiwa di Kampung Tulung, Magelang, saat tentara Jepang yang marah karena diadu domba Belanda, menyerang kampung tersebut.

Ia dengan sikap tegar melindungi rekan-rekannya sesama pejuang dan rakyat di sana.

“Bapak terus berjuang hingga pensiun, bertempur di berbagai pertempuran, dari Magelang sampai ke Irian. Jiwa raganya sudah diserahkan untuk NKRI. Ia teguh berjuang untuk tanah air,” katanya.

Pada tahun 1948, Tanaka pun menikah dengan gadis asal Salaman bernama Suparti.

Ia jatuh cinta dengan Suparti, setelah kerap bertemu di lapangan.

Suparti kerap membawakan bekal makanan untuk para pejuang yang sedang berjuang di Magelang. Mereka dikaruniai 11 anak.

Susah-senang dilewati bersama oleh Tanaka dan istrinya. Ia pun terus berjuang untuk NKRI dan menjadi tentara sampai tahun 1974.

Ia terakhir berpangkat Mayor, kemudian saat pensiun mendapatkan pangkat kehormatan Letnan Kolonel.

Berbagai penghargaan, piagam dan medali diterima oleh Tanaka atas perjuangannya selama masa kemerdekaan. Seperti piagam Bintang Gerilya dari Presiden Sukarno pada tanggal 10 November 1958.

Tanggal 1 Agustus 1998, Sutoro meninggal dunia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Dharmoloyo Magelang.

“Meskipun bapak adalah orang Jepang, tetapi jiwa raga bapak sudah diserahkan untuk Tanah Air Indonesia. Ia mencintai Tanah Air ini melebihi apa pun. Ia ingin hidup dan mati dikuburkan di sini,” tutur Sugiyon.

Ada satu pesan ayahnya yang selalu diingat oleh Sugiyon.

Tanaka berpesan kepada anak-anaknya untuk tak menjadi tentara saat tidak ada perang.

Namun saat negara membutuhkan, tidak perlu dipanggil, mereka harus mengajukan diri, membela tanah air dengan seluruh jiwa dan raga.

“Saya selalu ingat pesan bapak. Jangan jadi tentara kalau tidak ada peperangan Indonesia dengan negara lain. Seandainya ada peperangan, nggak usah dipanggil, langsung mendaptarkan diri. Bela tanah air dengan segenap jiwa dan raga,” kenangnya.

Beberapa barang peninggalan Tanaka atau Sutoro sendiri masih ada dan dapat ditemui di kediamannya dulu yang saat ini menjadi rumah putranya, Sugiyon. [jogja.tribunnews.com]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here