Friday, September 20, 2024
1

Ternyata, Anak yang Lebih Sensitif itu Empatinya Lebih Tinggi

Nukilan.id | Banda Aceh – Setiap anak merupakan individu yang terlahir dengan keunikannya masing-masing, termasuk dalam hal perkembangan emosinya. Pada informasi Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervesi Dini Tumbuh Kembang Anak dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menyebutkan bahwa perkembangan emosi anak pada dasarnya sudah terbentuk saat mereka lahir ke dunia dan akan terus berkembang seiring dengan pertambahan usia.

Perkembangan sosial emosional anak usia dini adalah kemampuan anak untuk sepenuhnya mengelola dan mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif. Anak-anak juga dapat belajar secara aktif dengan berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa di sekitar mereka dan menjelajahi lingkungan mereka. Perkembangan sosial emosional merupakan proses dimana anak belajar beradaptasi untuk memahami situasi dan emosi dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, mendengarkan, mengamati dan meniru apa yang mereka lihat. Perkembangan sosial emosional juga sangat sensitif bagi anak-anak untuk memahami perasaan satu sama lain dengan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Dokter Spesialis Anak yaitu dr. Mesty Ariotedjo yang juga merupakan Co-Founder dan CEO di Tentang Anak, perusahaan yang bergerak dalam teknologi parenting mengatakan, anak yang aktif itu padahal anak yang penasaran sama benda yang ia temui, bagaimana benda itu bekerja. Itu yang sering terlupakan sama orang tua. Ada anak yang emosian, berubah-ubah temperamennya atau sensitif banget. Ternyata, di balik anak yang sensitif itu empatinya lebih tinggi dibandingkan anak lainnya. Anak-anak yang difficult ternyata pas gedenya lebih empati.

Ia juga menyampaikan, sampai saat ini belum terbukti bahwa suplemen atau vitamin yang mengandung BHA atau omega3 itu dapat meningkatkan kecerdasan anak. Akan tetapi, nutrisi penting itu juga perlu, bukan tidak perlu untuk konsumsi sama sekali. Penting anak-anak untuk mengonsumsi ikan, telur, dan lainnya. Itu menjadi salah satu nutrisi yang dibutuhkan tubuh anak. Jadi, nutrisi untuk anak sangat berpengaruh. Jika nutrisinya tidak tercukupi, beratnya tidak optimal, otomatis perkembangan otaknya tidak maksimal.

“Karena otak itu sebagian besar atau 60%, bahkan energi yang didapatkan anak dipakai untuk perkembangan otaknya, jadi, kalau energi kurang, perkembangan otaknya tidak optimal,” ucapnya dalam kanal youtube Nikita Willy Official yang dikutip Nukilan.id, Selasa (30/7/2024).

Selain itu, penting juga untuk memperhatikan emosi anak. Ternyata, emosi anak yang sudah dilatih dan dikenalkan regulasi, justru prestasi akademiknya di masa sekolah itu lebih baik. Satu hal yang penting, cerdas itu bukan soal pelajaran saja, tetapi juga cerdas secara emosional. Jadi, usia berkembang emosinya mulai dari 1-3 tahun. Otaknya pengatur emosi lagi berkembang lagi pesat-pesatnya.

“Aduh sabarku setipis tisu nih.” Nah kalimat itu asalnya dari masa kecil yang belum dilatih dari emosinya. Karena tantrum itu bertahan sampai kita dewasa. Anak itu sangat memahami dan merasakan emosi dari orang tuanya. Jadi, kalau ibunya merasa stress dan tidak nyaman sehingga anak itu sering bertanya-bertanya anak itu salah apa.

Reporter : Auliana Rizky

spot_img
spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img