Saturday, May 4, 2024

Selamatkan Situs Sejarah di Gampong Pande, Peusaba Aceh Puji DMDI

Nukilan.id – Peusaba Aceh memuji langkah Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) untuk menyelamatkan situs sejarah Kesultanan Aceh Darussalam di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh.

Ketua Peusaba Aceh Mawardi Usman mengaku sangat senang dan bahagia atas dukungan dari organisasi internasional DMDI, terhadap penyelamatan situs Makam para Raja dan Ulama di Gampong Pande tersebut.

Mawardi mengatakan bahwa, Presiden DMDI Tun Datuk Seri Utama Dr. Mohd. Ali Rustam telah beberapa kali berkunjung ke kawasan bersejarah Istana Darul Makmur Gampong Pande, dan melihat langsung ke kawasan situs sejarah Kerajaan Aceh Darussalam di Gampong Pande, di lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) serta area tambak Gampong Pande dan sekitarnya.

“Selain itu puluhan delegasi DMDI silih berganti juga berulang-ulang datang ke Gampong Pande untuk berbagai kegiatan,” kata Mawardi dalam keterangan tertulis kepada Nukilan.id, Selasa (6/4/2021).

Ia meminta Walikota Banda Aceh agar mendengarkan seruan DMDI dan dunia Internasional, untuk menghentikan proyek IPAL di Gampong Pande dan memindahkannya ke lokasi lain. Apalagi Proyek IPAL adalah proyek berupa pinjaman utang dari Asian Development Bank (ADB), yang utangnya akan diwariskan ke generasi selanjutnya.

“Situs Makam nenek moyang Bangsa Aceh dihancurkan, kemudian rakyat harus membayar utang kepada pihak asing sebagai biaya penghancuran makam indatunya dengan tinja. Itu adalah bertentangan dengan akal sehat,” ujar Mawardi.

Mawardi juga meminta bantuan seluruh dunia Internasional agar dapat menekan ADB dan Indonesia untuk menghentikan proyek IPAL penghancuran kawasan situs Istana Darul Makmur di Gampong Pande.

Ia memaparkan bahwa, data yang didapatkan Peusaba bahwa konsultan Proyek IPAL dipimpin langsung oleh orang Belanda Mr Rene Van Doorn, IPAL dipaksakan harus dibangun di kawasan sejarah pusat peradaban Islam Aceh di Gampong Pande, hal ini kemudian diamini oleh Walikota Banda Aceh dan anak buahnya.

“Kami meminta dunia Internasional membantu rakyat Aceh dan menekan pihak Belanda, Indonesia, Walikota Banda Aceh dan ADB agar tidak melanjutkan proyek pemusnahan situs sejarah. Langkah-langkah pemusnahan situs sejarah bangsa Aceh adalah langkah kejahatan perang yang sangat keji dan terkutuk”, Tegas Mawardi.

Selain itu, Mawardi juga meminta bantuan Dunia Internasional agar membantu penyelamatan situs sejarah di Aceh yang sekarang hendak dimusnahkan secara besar-besaran.

“Peusaba meminta agar kawasan situs Kesultanan Aceh Darussalam dilindungi sesuai hukum internasional,” pintanya.

Selanjutnya, kata Mawardi, Peusaba juga meminta bantuan Turki yang memiliki persaudaraan dengan Aceh. Semenjak Sultan Sulaiman Al Qanuni (1520-1566), hubungan Aceh sudah terbina, antara Aceh dengan kekhalifahan Turki Utsmani.

Pada masa itu, sebutnya, Sultan Selim Khan Putra Sultan Sulaiman Al Qanuni mengirimkan 300 perwira Turki ke Aceh, yang kemudian sebagian menjadi pelatih perwira Aceh di Bitai.

“Sedangkan perwira Turki para Pandai besi dan Ahli Meriam berdiam di Gampong Pande dan mengajarkan ilmu agama Islam dan menyebarkannya ke seluruh Asia Tenggara,” cerita Mawardi.

Oleh karena itu, lanjutnya, di Gampong Pande banyak terdapat peninggalan nisan kuno berciri khas Turki.

Mawardi juga menceritakan, Pada zaman serangan Belanda ke Aceh, Belanda dengan penuh kebencian menghancurkan Makam para Raja dan Ulama dan melarang Jamaah Haji Aceh ke Mekkah.

Ketika Sultan Abdul Hamid Han (1876-1909) naik tahta, tambahnya, Kesultanan Aceh Darussalam mengirimkan surat menceritakan kejahatan Belanda, mengakibatkan kemarahan Sultan Turki kepada Belanda. Akhirnya Belanda tidak berani lagi melarang Jamaah Haji Aceh ke Mekkah.

Hari ini, kata Mawardi, keturunan Belanda Mr Rene Van Doorn menjadi konsultan yang memimpin penghancuran situs Makam para Raja dan Ulama di Gampong Pande.

“Kami rakyat Aceh meminta bantuan Turki untuk membantu Rakyat Aceh menyelamatkan situs makam para Raja dan Ulama dari kejahatan Belanda dan antek-anteknya yang ada di Aceh,” pintanya.[]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img